Kamis, 21 Januari 2010

KISI KISI SOAL PAI

LAMPIRAN :
KEPUTUSAN BERSAMA KETUA BADAN STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN
NOMOR .......TAHUN 2009 TENTANG UJIAN SEKOLAH BERSTANDAR NASIONAL PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
KISI-KISI SOAL UJIAN SEKOLAH BERSTANDAR NASIONAL
TAHUN PELAJARAN 2009/2010

A. Sekolah Dasar (SD)
No. Standar Kompetensi Lulusan Kemampuan yang Diuji Indikator
1.


Menyebutkan, menghafal, membaca dan mengartikan surat-surat pendek dalam Al-Qur’an, mulai surat Al-Fatihah sampai surat Al-‘Alaq
Membaca QS Al-Fatihah dan QS Al Ikhlas dengan lancar. Disajikan kutipan beberapa ayat surat Al Fatihah, siswa dapat menentukan bacaan ayat 5.
Disajikan beberapa ayat Al Quran, siswa mampu menentukan bacaan surat Al-Ikhlas ayat 3.
Membaca QS Al-Kautsar dengan lancar.
Disajikan potongan ayat surat Al Kautsar, siswa mampu melengkapi.
Membaca QS An-Nashr dengan lancar.
Disajikan beberapa potongan ayat Al Quran, siswa memilih salah satu ayat surat An Nashr.
Membaca QS. Al ‘Ashr dengan lancer. Disajikan surat Al ‘Ashr ayat 2, siswa mampu menjelaskan hukum bacaan yang bergaris bawah.
Membaca QS Al-Lahab dan Al-Kafirun. Disajikan potongan Surat Al Kafirun ayat 6, siswa dapat melengkapi.
Mengartikan QS Al-Lahab dan Al-Kafirun.
Disajikan surat Al Lahab ayat 3, siswa dapat menentukan artinya.
Membaca QS Al-Maun dan Al-Fiil. Disajikan potongan bacaan surat Al Fiil ayat 1, siswa mampu melengkapi.
Mengartikan QS Al-Maun dan Al-Fiil. Disajikan arti surat Al Maun, siswa dapat menentukan arti surat Al Maun ayat 2.
Membaca QS Al-Qadr dan QS Al-‘Alaq ayat 1-5. Disajikan beberapa ayat Surat Al Qadar, siswa dapat menentukan ayat 3.
Disajikan beberapa Surat Al ‘Alaq, siswa dapat memilih ayat 5.
Mengartikan QS Al-Qadr dan QS Al-‘Alaq ayat 1-5. Disajikan surat Al Alaq ayat 2, siswa dapat menentukan artinya.
2.


Mengenal dan meyakini aspek-aspek rukun iman dari iman kepada Allah sampai iman kepada Qadha dan Qadar
Mengartikan sifat jaiz Allah SWT. Ditampilkan ayat/narasi kebebasan Allah SWT untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu, siswa dapat menentukan pengertian sifat jaiz bagi Allah SWT.
Menyebutkan tugas-tugas Malaikat. Disajikan ilustrasi rezeki Allah SWT tentang kesuburan alam, siswa mampu menentukan nama malaikat yang melaksanakan tugas tersebut.
Menyebutkan nama-nama kitab Allah SWT.
Ditampilkan nama-nama kitab suci yang diturunkan Allah, siswa mampu mengemukakan kitab suci yang diterima nabi Daud AS.
Menjelaskan Al-Qur’an sebagai kitab suci terakhir. Ditampilkan fungsi kitab suci Al Qur’an, siswa mampu menyimpulkan Al Quran penyempurna kitab terdahulu.
Menyebutkan nama-nama Rasul Ulul Azmi dari para Rasul. Menerangkan peristiwa yang melatarbelakangi seorang Rasul mendapat julukan Ulul Azmi.
Membedakan Nabi dan Rasul. Disajikan persamaan antara Nabi dan Rasul, siswa mampu mengemukakan perbedaannya.
Menyebutkan nama-nama dan tanda-tanda Hari Akhir.
Ditampilkan cerita hari kiamat, siswa dapat menentukan nama-nama Hari Akhir.
Ditampilkan sebuah gambar, siswa dapat mengemukakan tanda-tanda Hari Akhir.
Menunjukkan contoh-contoh Qadha dan Qadar. Ditampilkan melalui cerita, siswa dapat mengemukakan contoh Qadha Allah SWT.
Menunjukkan keyakinan terhadap Qadha dan Qadar. Ditampilkan melalui cerita, siswa dapat mengemukakan sikap menerima Qadar Allah SWT.
3. Menceritakan kisah nabi-nabi serta mengambil teladan dari kisah tersebut dan menceritakan kisah tokoh orang-orang tercela dalam kehidupan nabi. Menceritakan kisah Nabi Adam AS. Disajikan cuplikan kisah Nabi Adam AS, siswa dapat menyimpulkan penyebab Nabi Adam diturunkan ke dunia.
Menceritakan kisah kelahiran Nabi Muhammad SAW. Disajikan cuplikan kisah Nabi Muhammad SAW, siswa dapat mengemukakan nama pengasuh Nabi sejak lahir sampai umur 4 tahun.
Menceritakan kisah Nabi Ismail AS. Menyimpulkan jawaban Nabi Ismail ketika diberitahu bahwa atas perintah Allah SWT ayahnya akan mengorbankannya.
Menceritakan kisah Nabi Musa AS. Disajikan cuplikan kisah Nabi Musa AS, siswa dapat menentukan Raja yang memusuhi Nabi Musa AS .
Menceritakan kisah Nabi Isa AS. Menyebutkan nama kaum yang setia kepada nabi Isa AS.
Menceritakan kisah Khalifah Abubakar RA. Menentukan sikap Abu Bakar Siddiq pada saat mendengar Nabi SAW Isra Mi’raj.
Menceritakan perilaku Musailamah Al Kadzab. Mengemukakan sebab Khalifah Abu Bakar Siddiq RA memerangi Musailamah Al-Kadzab.
Menceritakan perjuangan kaum Muhajirin dan kaum Anshar. Menyimpulkan bentuk perjuangan Kaum Muhajirin dan Anshar.

4. Berperilaku terpuji dalam kehidupan sehari-hari serta menghindari perilaku tercela
Meneladani perilaku taubatnya Nabi Adam AS. Ditampilkan melalui cerita, siswa dapat menentukan pentingnya taubat.
Meneladani perilaku masa kanak-kanak Nabi Muhammad SAW. Mengartikan perilaku unggulan (gelar) Nabi Muhammad SAW yang dikagumi oleh bangsa Quraisy.
Meneladani perilaku Nabi Ibrahim AS.
Disajikan melalui penggalan cerita, siswa mampu menerangkan bukti ketaatan Nabi Ibrahim AS terhadap Allah SWT.
Meneladani Nabi Ismail AS. Menerapkan tentang sikap patuh seorang anak terhadap orang tuanya.
Meneladani perilaku Nabi Ayyub AS. Meneladani sikap Nabi Ayyub AS ketika diuji Allah swt dengan penyakit kulit.
Meneladani perilaku Nabi Musa AS. Disajikan melalui penggalan cerita, siswa dapat menunjukkan sikap Nabi Musa AS dalam menghadapi Fir’aun.
Menghindari perilaku dengki seperti Abu Lahab dan Abu Jahal. Disajikan beberapa sifat tercela, siswa dapat memilih perilaku dengki yang harus dihindari.
Menghindari perilaku bohong seperti Musailamah Al Kadzab. Disajikan melalui cerita, siswa dapat menunjukkan prilaku bohong Musailamah Al-Kadzab.
5.

Mengenal dan melaksanakan rukun Islam mulai dari bersuci (thaharah) sampai zakat serta mengetahui tata cara pelaksanaan ibadah haji
Menyebutkan syarat sah dan syarat wajib shalat. Disajikan beberapa pilihan, siswa mampu menentukan syarat wajib shalat.
Menyebutkan hal-hal yang membatalkan shalat. Siswa mampu menunjukkan hal-hal yang membatalkan shalat.
Melakukan dzikir setelah shalat .
Disajikan potongan lafal dzikir setelah shalat, siswa mampu melengkapi.
Membaca do’a setelah shalat. Disajikan lafal doa, siswa dapat menentukan doa untuk kedua orang tua.
Melafalkan azan dan iqamah. Disajikan lafal azan “hayya ‘alas shalah”, siswa dapat mengartikan.
Menunjukkan perbedaan azan subuh dengan azan shalat lain.
Menyebutkan ketentuan-ketentuan puasa Ramadhan.
Disajikan beberapa ketentuan puasa, siswa dapat menentukan salah satu rukun puasa.
Disajikan beberapa ketentuan puasa, siswa dapat menunjukkan salah satu yang membatalkan puasa.
Menyebutkan hikmah puasa. Ditampilkan narasi pentingnya puasa, siswa mampu menentukan salah satu hikmah puasa.
Melaksanakan tarawih di bulan Ramadhan. Ditampilkan amalan bulan Ramadhan, siswa dapat menentukan waktu pelaksanaan shalat tarawih.
Menyebutkan macam-macam zakat . Disajikan melalui cerita, siswa dapat menentukan dua macam jenis zakat.
Menyebutkan ketentuan zakat fitrah. Disajikan melalui cerita, siswa dapat menemukan ukuran zakat fitrah.

B. Sekolah Menengah Pertama (SMP)
No. Standar Kompetensi Lulusan Kemampuan Yang Diuji Indikator
1. Menerapkan tatacara membaca Al Quran menurut tajwid, mulai dari cara membaca Al Syamsiyah dan Al Qomariyah sampai kepada menerapkan hukum bacaan mad waqaf
Menerapkan hukum bacaan Al Syamsiyah dan Al Qamariyah pada ayat Al Quran.
Ditampilkan contoh bacaan yang mengandung hukum al, siswa dapat mengklasifikasikan contoh bacaan Al Syamsiyah.
Menerapkan hukum bacaan nun mati/tanwin dan mim mati pada ayat Al Quran. Ditunjukkan ayat Al Quran yang mengandung hukum bacaan nun mati/tanwin, siswa dapat menyeleksi hukum bacaan idgham bighunnah.
Ditampilkan potongan ayat Al-Quran yang mengandung hukum bacaan mim mati, siswa dapat memilih bacaan ikhfa syafawi.
Menerapkan hukum bacaan qalqalah dan ra pada ayat Al Quran. Ditampilkan ayat Al Quran yang mengandung contoh hukum bacaan qalqalah, siswa dapat memilih bacaan yang mengandung hukum bacaan qalqalah kubra.
Ditampilkan contoh hukum bacaan ra, siswa dapat menyeleksi contoh hukum bacaan ra tarqiq.
Menerapkan hukum bacaan mad dan waqaf pada ayat Al Quran. Disajikan ayat Al Quran yang mengandung hukum bacaan mad, siswa dapat menyeleksi hukum bacaan mad wajib muttashil.
Disajikan ayat Al Quran yang mengandung tanda waqaf, siswa dapat menunjukkan tanda waqaf lazim.
Membaca dan menjelaskan makna QS. At-Tin. Ditampilkan ayat dari QS At-Tin secara acak, siswa dapat menyusun ayat dengan benar.
Ditampilkan salah satu ayat QS At-Tiin, siswa dapat menyimpulkan maknanya dengan benar.
Ditampilkan salah satu ayat QS At-Tiin, siswa dapat menyimpulkan maknanya dengan benar. Ditampilkan QS Al Insyirah, siswa dapat menyebutkan arti salah satu ayat QS Al Insyirah.
2.

Meningkatkan pengenalan dan keyakinan terhadap aspek-aspek rukun iman mulai dari iman kepada Allah sampai kepada iman pada Qadha dan Qadar serta Asmaul Husna.


Mengimplementasikan iman kepada Allah dalam kehidupan sehari-hari. Ditampilkan salah satu ayat QS Al Ikhlash, siswa dapat menentukan sifat wajib bagi Allah yang terdapat pada ayat tersebut.
Ditampilkan ilustrasi tentang perilaku yang mencerminkan implementasi iman kepada Allah, siswa dapat memilih sifat wajib bagi Allah yang sesuai dengan ilustrasi tersebut.
Mengimplementasikan Asmaul Husna
dalam kehidupan sehari-hari. Dipaparkan ilustrasi perilaku seseorang yang mencerminkan implementasi Asmaul Husna dalam kehidupan sehari-hari. Siswa dapat memilih asmaul husna yang sesuai dengan ilustrasi.
Mengimplementasikan iman kepada malaikat dalam kehidupan sehari-hari. Dideskripsikan satu fenomena alam, siswa dapat menentukan malaikat yang berkaitan dalam terjadinya fenomena tersebut.
Mengimplementasikan iman kepada kitab-kitab Allah dalam kehidupan sehari-hari. Ditampilkan beberapa pernyataan yang berkaitan dengan beriman kepada kitab-kitab Allah, siswa dapat membuktikan perwujudan cara beriman kepada kitab-kitab Allah.
Ditampilkan beberapa perilaku terhadap Al Qur’an, siswa dapat mengkategorikan perilaku mencintai Al Qur’an dalam kehidupan sehari-hari.
Menerapkan iman kepada rasul-rasul Allah dalam kehidupan sehari-hari. Ditampilkan beberapa nama rasul, siswa dapat mengklasifikasikan nama-nama rasul yang bergelar ulul azmi.
Dipaparkan secara singkat kisah nabi Muhamad SAW, siswa dapat mengkorelasikan kisah tersebut dengan salah satu sifat wajib bagi rasul.
Menceritakan proses kejadian kiamat dan peristiwa setelah hari kiamat. Ditampilkan tanda-tanda kiamat, siswa dapat mengidentifikasi tanda-tanda kiamat kubra.
Ditampilkan peristiwa setelah hari kiamat, siswa dapat mengaitkan peristiwa tersebut dengan ayat Al Qur’an yang sesuai.
Mencontohkan cara beriman kepada qada dan qadar dalam kehidupan sehari-hari. Dipaparkan ilustrasi peristiwa sehari-hari, siswa dapat memilih contoh takdir mubram.
Dipaparkan ilustrasi peristiwa sehari-hari, siswa dapat memilih contoh takdir mu’allaq.
3. Menjelaskan dan membiasakan perilaku terpuji seperti qanaah dan tasamuh dan menjauhkan diri dari perilaku tercela seperti ananiah, hasad, ghadab dan namimah.
Menerapkan perilaku terpuji (Tawadu, taat, qanaah, sabar) dalam kehidupan sehari-hari. Dideskripsikan cerita tentang perilaku terpuji, siswa dapat menunjukkan contoh salah satu perilaku terpuji.
Disajikan gambar tentang musibah, siswa dapat menunjukkan sikap sabar dalam menghadapi musibah.
Menerapkan perilaku terpuji (Kerja keras, tekun dan teliti) dalam kehidupan sehari-hari. Disajikan contoh perilaku terpuji, siswa dapat meng¬kategorikan contoh perbuatan ulet.
Menerapkan perilaku terpuji (zuhud dan tawakal) dalam kehidupan sehari-hari. Dipaparkan ilustrasi perilaku terpuji dalam kehidupan sehari-hari, siswa dapat mengkategorikan perilaku zuhud.
Mengklasifikasikan dan menghindari perilaku tercela (ananiah, ghadab, hasad, ghibah dan namimah) dalam kehidupan sehari-hari. Disajikan ilustrasi tentang perilaku tercela dalam kehidupan sehari-hari, siswa dapat mengklasifi¬ka¬sikan perilaku tercela.
Ditampilkan pernyataan tentang cara menghindari perilaku tercela, siswa dapat menyeleksi cara menghindari perilaku tercela.
Menerapkan adab makan dan minum dalam kehidupan sehari-hari. Disajikan ilustrasi tentang pelaksanaan standing party pada sebuah acara, siswa dapat menilai perilaku berkenaan dengan adab makan dan minum.
Ditampilkan QS al-Baqarah ayat 168 dengan artinya, Siswa dapat menganalisis contoh makanan halal dan thayyib.
Menerapkan perilaku qana'ah dan tasamuh dalam kehidupan sehari-hari. Disajikan ilustrasi keadaan kehidupan seseorang dengan segala keterbatasan, siswa dapat mengkategorikan sikap qona’ah.
Menampilkan contoh perilaku qana'ah dan tasamuh dalam kehidupan sehari-hari.
Disajikan ilustrasi kegiatan siswa yang melibatkan antar pemeluk agama yang berbeda, siswa dapat menyimpulkan perilaku tasamuh.
Menghindari perilaku tercela (takabur) dalam kehidupan sehari-hari.
Disajikan beberapa pernyataan tentang cara menghindari perilaku tercela, siswa dapat menentukan cara menghindari perilaku takabur.
Mengklasifikasi akibat perilaku tercela (Dendam dan munafik) dalam kehidupan sehari-hari. Disajikan ilustrasi tentang contoh perilaku tercela, siswa dapat menemukan akibat buruk dari perilaku dendam.
4.


Menjelaskan tata cara mandi wajib dan shalat-shalat munfarid dan jamaah baik shalat wajib maupun shalat sunat. Membedakan cara mensucikan hadas dan najis. Ditampilkan wacana seseorang yang terkena najis, siswa dapat menjelaskan cara mensucikan najis.
Mengklasifikasi sebab-sebab mandi wajib. Disajikan keadaan yang menyebabkan seseorang mandi wajib, siswa dapat mengelompokkan penyebab mandi wajib.
Menerapkan ketentuan –ketentuan shalat wajib. Ditampilkan pernyataan yang berkaitan dengan aktivitas shalat, siswa dapat mengklasifikasikan sunah-sunah dalam shalat.
Ditampilkan enam rukun shalat fardhu, siswa dapat mengurutkan rukun shalat dengan benar.
Ditampilkan gambar salah satu rukun shalat, siswa dapat menunjukkan bacaan shalat sesuai gambar.
Menerapkan shalat jama’ dan qashar. Ditampilkan keadaan seseorang yang dalam perjalanan, siswa dapat memilih cara mengerjakan shalat fardhu.
Menerapkan ketentuan shalat sunnat rawatib. Ditampilkan tabel tentang nama shalat fardhu dan jumlah rakaat shalat rawatib, siswa dapat menentukan pasangan yang tepat antara shalat wajib dan shalat sunat rawatib.
Ditampilkan hikmah shalat sunnah, siswa dapat menentukan hikmah shalat sunah dalam kehidupan sehari-hari.
Menyebutkan contoh shalat sunnah berjamaah dan munfarid. Ditampilkan daftar nama-nama shalat sunnah, siswa dapat menentukan shalat sunnah yang dikerjakan secara berjamaah.
Ditampilkan keadaan seseorang yang sedang dihadapkan pada suatu pilihan, siswa dapat menentukan shalat sunnah yang harus dikerjakan.
5. Memahami dan meneladani sejarah Nabi Muhammad dan para shahabat serta menceritakan sejarah masuk dan berkembangnya Islam di Nusantara.
Menjelaskan misi Nabi Muhammad SAW untuk semua manusia dan bangsa. Ditampilkan wacana/kisah yang terjadi pada masa Nabi Muhammad SAW, siswa dapat menunjukkan sifat Rasulullah dalam kaitannya dengan misi beliau untuk semua manusia dan bangsa.
Meneladani perjuangan Nabi dan para Sahabat dalam menghadapi masyarakat Makkah. Melalui wacana tentang suatu upaya penindasan kaum kafir Quraisy, siswa dapat menyimpulkan sifat keteladanan Nabi Muhammad SAW dan para sahabat dalam menghadapi tekanan masyarakat Makkah.
Meneladani perjuangan Nabi Muhammad SAW dan para sahabat di Madinah. Ditampilkan empat poin isi Piagam Madinah, siswa dapat memilih poin yang mencerminkan sikap toleransi .
Menceritakan sejarah pertumbuhan ilmu pengetahuan Islam sampai masa Abbasiyah beserta peran ilmuwan Islam. Disajikan beberapa hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi masa kini, siswa dapat mengemukakan ilmuwan Muslim yang turut berperan dalam mengembangkannya pada masa Abbasiyah.
Menceritakan sejarah beberapa kerajaan Islam di Jawa, Sumatera dan Sulawesi. Ditampilkan peta pulau Sulawesi, siswa dapat menjelaskan kerajaan Islam yang ada di pulau tersebut.
Menceritakan seni budaya lokal sebagai bagian dari tradisi Islam. Disajikan ilustrasi tentang budaya lokal hasil akulturasi budaya Islam, siswa dapat mengkategorikan budaya tersebut sesuai dengan hukum Islam.


C. Sekolah Menengah Atas/Sekolah Menengah Kejuruan (SMA/SMK)
No. Standar Kompetensi Lulusan Kemampuan yang Diuji Indikator Soal
1. Memahami ayat-ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan fungsi manusia sebagai khalifah, demokrasi serta pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Membaca QS Al-Baqarah; 30, Al-Mukminun; 12-14, Az-Zariyat; 56 dan An Nahl : 78 yang menjelaskan tentang fungís dan tugas manusia sebagai khalifah dimuka bumi. Ditampilkan kutipan ayat QS Al-Baqarah: 30, peserta didik dapat melengkapi bacaan QS Al-Baqarah: 30.
Ditampilkan kutipan QS Al Mukminun:13, peserta didik dapat memilih bacaan tajwid yang terdapat dalam QS Al-Mukminun: 13.
Menyebutkan arti QS Al-Baqarah; 30, Al-Mukminun; 12-14, Az-Zariyat; 56 dan An Nahl : 78. yang menjelaskan tentang fungís dan tugas manusia sebagai khalifah dimuka bumi Ditampilkan kutipan ayat QS Al-Mukminun: 14, peserta didik dapat mengartikan penggalan QS Al-Mukminun: 14 yang digaris bawahi.

Menampilkan perilaku sebagai khalifah di bumi seperti terkandung dalam QS Al-Baqarah;30, Al-Mukminun; 12-14, Az-Zariyat; 56 dan An Nahl : 78 Ditampilkan wacana tentang manusia sebagai khalifah, peserta didik dapat menentukan contoh perilaku sebagai khalifah di bumi seperti terkandung dalam QS Al-Baqarah;30.

Membaca QS Ali Imran; 159 dan QS Asy Syura; 38. tentang demokrasi. Ditampilkan kutipan ayat QS Ali-Imran: 159, peserta didik dapat melengkapi kutipan QS Al-Imran: 159.
Menyebutkan arti QS Ali Imran 159 dan QS Asy Syura; 38. tentang demokrasi.
Ditampilkan kutipan QS Asy-syura:38, peserta didik dapat menentukan arti kutipan ayat QS Asy-syura: 38 yang digaris bawahi.
Menampilkan perilaku hidup demokrasi seperti terkandung dalam QS Ali Imran 159, dan QS Asy Syura; 38 dalam kehidupan sehari-hari.
Ditampilkan wacana tentang pola kehidupan demokrasi, peserta didik dapat menunjukkan contoh perilaku demokrasi seperti terkandung dalam QS Asy-syura: 38.
Membaca QS. Yunus : 101 dan QS. al Baqarah : 164 yang menjelaskan tentang pengembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi .
Ditampilkan kutipan ayat , QS Yunus: 101 peserta didik dapat melengkapi bacaan QS Yunus: 101.
Menjelaskan arti QS Yunus : 101 dan QS. al Baqarah : 164 yang menjelaskan tentang pengembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi. Ditampilkan kutipan QS Al-Baqarah: 164, peserta didik dapat menentukan arti bacaan kutipan ayat QS Al-Baqarah: 164 yang digaris bawahi.

Melakukan pengembangan IPTEK seperti terkandung dalam QS Yunus : 101 dan QS. al Baqarah : 164. Ditampilkan wacana tentang pengembangan IPTEK berdasarkan QS Yunus: 101, peserta didik dapat menentukan keterlibatannya dalam mengembangkan IPTEK tersebut.
2. 2. Meningkatkan keimanan kepada Allah sampai Qadha dan Qadar melalui pemahaman terhadap sifat dan Asmaul Husna Menjelaskan makna 10 sifat Allah dalam Asmaul Husna. Peserta didik dapat mengemukakan arti sifat Allah dalam Asmaul Husna.
Menjelaskan hikmah beriman kepada Malaikat Disajikan substansi dialog antara Allah dengan Malaikat sebagaimana terdapat dalam QS Al-Baqarah ayat 177, peserta didik dapat menyimpulkan hikmah beriman kepada Malaikat
Menjelaskan hikmah beriman kepada Kitab-kitab Allah. Peserta didik dapat mengidentifikasi isi pokok Al-Qur’an
Peserta didik dapat menentukan hikmah beriman kepada Kitab-kitab Allah.
Menjelaskan tanda-tanda beriman kepada Rasul-rasul Allah.
Peserta didik dapat mengidentifikasi tanda-tanda beriman kepada Rasul-rasul Allah.
Peserta didik dapat menunjukkan sikap beriman kepada Rasul-rasul Allah.
Menjelaskan hikmah beriman kepada Hari Akhir.
Peserta didik dapat menunjukkan tanda tanda beriman kepada hari Akhir.
Peserta didik dapat menunjukkan contoh perilaku yang mencerminkan iman kepada Hari Akhir.
Peserta didik dapat mengidentifikasi hikmah beriman kepada Hari Akhir.
Menjelaskan hikmah beriman kepada qadha’ dan qadar.
Peserta didik dapat mengemukakan tanda tanda beriman kepada qadha’ dan qadar.
Peserta didik dapat megidentifikasi hikmah beriman kepada Qadha dan Qadar.
Peserta didik dapat menganalisis macam macam Qadha dan Qadar.
3. 3. Berperilaku terpuji seperti husnuzzhan, taubat dan raja dan meninggalkan perilaku tercela seperti isyrof, tabzir dan fitnah. Menganalisis contoh perilaku husnudzon terhadap Allah. Disajikan kisah tentang kehidupan seseorang, peserta didik dapat menganalisis perilaku husnudzon terhadap Allah.
Membandingkan contoh perilaku husnudzon terhadap sesama manusia. Disajikan tentang kehidupan bermasyarakat peserta didik dapat membandingkan contoh perilaku husnudzon terhadap sesama manusia.
Mengurutkan tata cara bertaubat.
Ditampilkan cara-cara taubat, peserta didik dapat mengurutkan tatacara bertaubat.
Membiasakan diri untuk berperilaku taubat. Peserta didik mampu menunjukan kebiasaan berperilaku taubat.
Menyimpulkan perilaku roja. Peserta didik mampu menyimpulkan perilaku raja.
Membedakan antara taubat dan raja.
Peserta didik dapat membedakan antara taubat dan raja.
Mencegah perilaku isyrof.
Disajikan kisah hidup konsumtif peserta didik dapat .mencegah perilaku isyraf dalam kehidupan sehari-hari.
Menunjukan akibat perilaku tabzir
Peserta didik dapat menunjukan akibat perilaku tabzir.
Mengidentifikasi perilaku fitnah. Peserta didik dapat mengidentifikasi perilaku fitnah.

4. 4. Memahami sumber hukum Islam dan hukum taklifi serta menjelaskan hukum muamalah dan hukum keluarga dalam Islam Menyebutkan pengertian, kedudukan dan fungsi Al Qur’an, Al Hadits, dan Ijtihad sebagai sumber hukum Islam.
Disajikan wacana tentang tiga sumber hukum Islam, peserta didik dapat menunjukkan kedudukan Al-Qur’an dalam hukum Islam.
Disajikan wacana tentang masalah ijtihadi di masyarakat, peserta didik dapat menyimpulkan tentang Ijtihad sebagai salah satu Sumber Hukum Islam.
Menjelaskan asas-asas transaksi ekonomi dalam Islam.
Peserta didik dapat mengidentifikasi rukun jual beli.
Peserta didik dapat menunjukkan akibat praktik riba.
Peserta didik dapat membedakan antara syirkah ’inan dengan ’abdan.
Peserta didik dapat mengidentifikasi ciri-ciri transaksi ekonomi Islam.
Menjelaskan ketentuan perkawinan dalam Islam.
Ditampilkan gambar tentang prosesi pernikahan, peserta didik dapat menentukan rukun nikah.
Peserta didik dapat menentukan muhrim dalam nikah.
Peserta didik dapat membedakan antara talaq raj’i dengan talaq ba’in.
Menjelaskan hikmah perkawinan.
Peserta didik dapat menunjukkan hikmah nikah dalam Islam.
Menjelaskan ketentuan-ketentuan hukum waris. Peserta didik dapat menunjukkan kewajiban yang harus dilakukan sebelum pembagian harta waris.
Peserta didik dapat menunjukkan sebab-sebab seseorang mendapat harta waris.
Menjelaskan contoh pelaksanaan hukum waris.
Disajikan contoh wafatnya seseorang dengan meninggalkan sejumlah harta warisan dan beberapa ahli waris, peserta didik dapat menghitung pembagian harta waris masing-masing.
Menjelaskan hikmah hukum waris dalam Islam. Peserta didik dapat mengidentifikasi hikmah hukum waris.

5. 5. Memahami sejarah Nabi Muhammad pada periode Mekkah dan periode Madinah serta perkembangan Islam di Indonesia dan di dunia. Mendeskripsikan substansi dan strategi dakwah Rasulullah SAW periode Makkah dan Madinah.
Disajikan kisah singkat dakwah Nabi Muhammad di Mekkah dan Madinah, peserta didik dapat menganalisis strategi da’wah Rasulullah SAW pada periode Makkah.
Menjelaskan perkembangan Islam di Indonesia. Disajikan sejarah singkat perkembangan Islam di Indonesia, peserta didik dapat menilai faktor-faktor yang menyebabkan Islam berkembang dengan cepat di Indonesia.
Mengambil hikmah dari perkembangan Islam di Indonesia.

Ditampilkan contoh gambar perkembangan Islam di Indonesia, peserta didik dapat merumuskan hikmah perkembangan Islam di Indonesia.
Menjelaskan perkembangan Islam di dunia. Disajikan narasi tentang penemuan ilmu pengetahuan , peserta didik dapat menganalisis perkembangan Islam di dunia.
Mengambil hikmah dari perkembangan Islam di dunia. Disajikan narasi tentang penghargaan terhadap kemanusian dan lingkungan hidup, peserta didik dapat mengidentifikasi hikmah perkembangan Islam di dunia.
Jakarta, ......Januari 2010.
KETUA BSNP,

TTD

PROF. DJEMARI MARDAPI, Ph.D.

PEMIKIRAN PENDIDIKAN IBNU KHALDUM.

PEMIKIRAN PENDIDIKAN IBNU KHALDUM.
1. Pengertian, Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan Islam
Pendidikan adalah suatu proses untuk menghasilkan suatu out put yang mengarah kepada pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi dan berdisiplin tinggi.
Rumusan pendidikan yang dikemukakan oleh Ibnu Khaldun adalah merupakan hasil dari berbagai pengalaman yang dilaluinya sebagai seorang ahli filsafat sejarah dan sosiologi yang mencoba menghubungkan antara konsep dan realita. Sebagai seorang ahli filsafat sejarah atau historical philosophy approach, karena kedua pendekatan tersebut akan mempengaruhi terhadap sistem dan pemikirannya dalam pembahasan setiap masalah, karena kedua pendekatan tersebut mampu merumuskan beberapa pendapat dan interpretasi dari suatu kenyataan dan pengalaman yang telah dilalui.
Pandangan Ibnu Khaldun tentang pendidikan Islam berpijak pada konsep dan pendekatan filosofis-empiris. Melalui pendekatan ini, memberikan arah terhadap visi tujuan pendidikan Islam secara ideal dan praktis. Menurutnya ada tiga tingkatan tujuan yang hendak dicapai dalam proses pendidikan, yaitu:
a. Pengembangan kemahiran (al-malakah atau skill) dalam bidang tertentu. Orang awam bisa meneliti, pemahaman yang sama tentang suatu persoalan dengan seorang ilmuwan. Akan tetapi potensi al-malakah tidak bisa demikian oleh setiap orang, kecuali setelah ia benar-benar memahami dan mendalami suatu disiplin tertentu.
b. Penguasaan ketrampilan professional sesuai dengan tuntutan zaman (lingkungan dan materi). Dalam hal ini pendidikan hendaknya ditujukan untuk memperoleh ketrampilan yang tinggi pada potensi tertentu. Pendekatan ini akan menunjang kemajuan dan kontinuitas sebuah kebudayaan, serta peradaban umat manusia di muka bumi. Pendidikan yang meletakkan ketrampilan sebagai salah satu tujuan yang hendak dicapai dapat diartikan sebagai upaya mempertahankan dan mengutamakan peradaban secara keseluruhan.
c. Pembinaan pemikiran yang baik. Kemampuan berpikir merupakan jenis pembeda antara manusia dengan binatang. Oleh karena itu, pendidikan hendaknya di format dan dilaksanakan dengan terlebih dahulu memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan potensi-potensi psikologis peserta didik. Melalui pengembangan akal, akan dapat membimbing peserta didik untuk menciptakan hubungan kerjasama sosial dalam kehidupannya, guna mewujudkan kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat.
2. Kedudukan Manusia Dalam Alam Semesta
Manusia menurut Ibnu Khaldun adalah bukan merupakan produk nenek moyang, akan tetapi produk sejarah, lingkungan sosial, lingkungan alam, adat istiadat. Karena itu lingkungan sosial merupakan pemegang tanggung jawab dan sekaligus memberikan corak penilaian seorang manusia. Hal ini memberikan arti bahwa pendidik menempati posisi sentral dalam rangka membentuk manusia ideal yang diinginkan.
Manusia sebagai khalifah fil ardli, dibekali oleh Allah SWT akal pikiran, untuk mengatur, merekayasa, dan mengolah sumber daya alam untuk keperluan seluruh umat manusia, sehingga manusia memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat. Maka manusia dikatakan sebagai makhluk yang berbeda dengan makhluk yang lainnya, karena manusia adalah makhluk yang berpikir. Oleh karena itu manusia mampu melahirkan ilmu (pengetahuan) dan teknologi. Sifat-sifat semacam ini tidak dimiliki oleh makhluk lainnya. Kemampuan berpikirnya itu tidak hanya membuat kehidupannya, tetapi juga menarik peneliti terhadap berbagai cara guna memperoleh makna hidup. Proses-proses yang semacam ini melahirkan perbedaan.
Akal pikiran yang menghasilkan ilmu pengetahuan, juga dapat menuntun manusia ke jalan Ilahi dan meningkatkan derajat manusia sehingga manusia diwajibkan untuk menuntut ilmu pengetahuan. Hidupnya jiwa manusia karena ilmu pengetahuan, dan gelapnya hati manusia karena miskinnya ilmu pengetahuan.
Dengan akal pikiran inilah yang kemudian menjadikan manusia memiliki perbedaan dengan makhluk lainnya, khususnya binatang. Perbedaan ini antara lain karena manusia disamping memiliki pemikiran yang dapat menolong dirinya untuk menghasilkan kebutuhan hidupnya, juga memiliki sikap hidup bermasyarakat yang kemudian dapat membentuk suatu masyarakat antara satu dengan lainnya saling menolong. Dari keadaan manusia yang demikian itu maka timbullah ilmu pengetahuan dan masyarakat. Pemikiran tersebut pada suatu saat diperlukan dalam menghasilkan sesuatu yang tidak dapat dicapai oleh panca indera. Ilmu yang demikian mesti diperoleh dari orang lain telah lebih dahulu mengetahui.
3. Hakikat dan Tujuan Pendidikan
Rumusan Ibnu Khaldun mengenai tujuan pendidikan adalah untuk:
a. Memberikan kesempatan kepada pikiran untuk aktif dan bekerja, karena aktivitas ini sangat penting bagi terbuka pikiran dan kematangan individu kemudian kematangan ini kan mendapat faedah bagi masyarakat.
b. Memperoleh berbagai ilmu pengetahuan sebagai alat untuk membantunya, hidup dengan baik di dalam masyarakat maju dan berbudaya.
c. Memperoleh lapangan pekerjaan, yang digunakan untuk memperoleh rizki.
Beberapa faktor yang dijadikan alasan untuk merumuskan tujuan pendidikan yaitu:
a. Pengaruh filsafat sosiologi yang tidak bias memisahkan antar masyarakat, ilmu pengetahuan dan kebutuhan masyarakat.
b. Perencanaan ilmu pengetahuan sangat menentukan bagi perkembangan masyarakat berbudaya.
c. Pendidikan sebagai aktivitas akal insani, merupakan salah satu industri yang berkembang di dalam masyarakat, karena sangat urgent dalam kehidupan setiap individu.
4. Hakikat Pendidik
Seorang pendidik hendaknya memiliki pengetahuan yang memadai tentang perkembangan psikologis peserta didik. Pengetahuan ini akan sangat membantunya untuk mengenal setiap individu peserta didik dan mempermudah dalam melaksanakan proses belajar mengajar. Para pendidik hendaknya mengetahui kemampuan dan daya serap peserta didik. Kemampuan ini akan bermanfaat bagi menetapkan materi pendidikan yang sesuai dengan tingkat kemampuan peserta didik. Bila pendidik memaksakan materi di luar kemampuan peserta didiknya, maka akan menyebabkan kelesuan mental dan bahkan kebencian terhadap ilmu pengetahuan yang diajarkan. Bila ini terjadi, maka akan menghambat proses pencapaian tujuan pendidikan. Oleh karena itu, diperlukan keseimbangan antara materi pelajaran yang sulit dan mudah dalam cakupan pendidikan.
Dalam melaksanakan tugasnya, seorang pendidik hendaknya mampu menggunakan metode mengajar yang efektif dan efisien. Ibnu Khaldun mengemukakan 6 (enam) prinsip utama yang perlu diperhatikan pendidik, yaitu:
a. Prinsip pembiasaan
b. Prinsip tadrij (berangsur-angsur)
c. Prinsip pengenalan umum (generalistik)
d. Prinsip kontinuitas
e. Memperhatikan bakat dan kemampuan peserta didik
f. Menghindari kekerasan dalam mengajar
5. Hakikat Peserta Didik
Peserta didik merupakan orang yang belum dewasa dan memiliki sejumlah potensi (kemampuan) dasar yang masih perlu dikembangkan. Di sini peserta didik merupakan makhluk Allah yang memiliki fitrah jasmani maupun rohani yang belum mencapai taraf kematangan baik bentuk, ukuran, maupun perimbangan pada bagian-bagian lainnya. Dari segi rohaniah, ia memiliki bakat, kehendak, perasaan, dan pikiran yang dinamis dan perlu dikembangkan.
Melalui paradigma di atas, menjelaskan bahwa peserta didik merupakan subjek dan objek pendidikan yang memerlukan bimbingan orang lain (pendidik) untuk membantu mengarahkannya mengembangkan potensi yang dimilikinya, serta membimbingnya menuju kecerdasan.
Pada dasarnya peserta didik adalah:
a) Peserta didik bukan merupakan miniatur orang dewasa, akan tetapi memiliki dunianya sendiri. Hal ini sangat penting untuk dipahami agar perlakuan terhadap mereka dalam proses kependidikan tidak disamakan dengan pendidikan orang dewasa, bahkan dalam aspek metode, mengajar, materi yang akan diajarkan, sumber bahan yang digunakan dan sebagainya.
b) Peserta didik adalah manusia yang memiliki diferensiasi periodesasi perkembangan dan pertumbuhan. Aktivitas kependidikan Islam disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan yang pada umumnya dilalui oleh setiap peserta didik. Karena kadar kemampuan peserta didik ditentukan oleh faktor-faktor usia dan periode perkembangan atau pertumbuhan potensi yang dimilikinya.
c) Peserta didik adalah manusia yang memiliki kebutuhan, baik menyangkut kebutuhan jasmani maupun kebutuhan rohani yang harus dipenuhi.
d) Peserta didik adalah makhluk Allah yang memiliki perbedaan individual (diferensiasi individual), baik yang disebabkan oleh faktor pembawaan maupun lingkungan di mana ia berada.
e) Peserta didik merupakan resultan dari dua unsur alam, yaitu jasmani dan rohani. Unsur jasmani memiliki daya fisik yang menghendaki latihan dan pembiasaan yang dilakukan melalui proses pendidikan. Sementara unsur rohani memiliki dua daya, yaitu daya akal dan daya rasa. Untuk mempertajam daya akal maka proses pendidikan hendaknya melalui ilmu-ilmu rasional. Adapun untuk mempertajam daya rasa dapat dilakukan melalui pendidikan akhlak dan ibadah.
f) Peserta didik adalah manusia yang memiliki potensi (fitrah) yang dapat dikembangkan dan berkembang secara dinamis.
6. Hakikat Kurikulum
Kurikulum adalah merupakan landasan yang digunakan pendidik untuk membimbing peserta didiknya ke arah tujuan pendidikan yang diinginkan melalui akumulasi sejumlah pengetahuan, ketrampilan dan sikap mental.
Pemikiran Ibnu Khaldun tentang kurikulum pendidikan dapat dilihat dari konsep epistemologinya. Menurutnya, ilmu pengetahuan dalam kebudayaan umat Islam dapat dibagi kepada dua bagian, yaitu:
a. Ilmu Pengetahuan syar’iyyah yang berkenaan dengan hukum dan ajaran agama Islam. Ilmu pengetahuan syar’iyyah yaitu ilmu-ilmu yang bersandar pada “warta” otoritatif syar’i (Tuhan/Rosul) dan akal manusia tidak mempunyai peluang untuk “mengotak-atiknya”, kecuali dalam lingkup cabang-cabangnya. Itu pun masih harus berada dalam kerangka diktum dasar “warta” otoritatif tersebut. Ilmu ini diantaranya adalah tentang Al-Qur’an, Hadits, prinsip-prinsip syari’ah, fiqh, teologi, dan sufisme.
b. Ilmu pengetahuan filosofis, yaitu ilmu yang bersifat alami yang diperoleh manusia dengan kemampuan akal dan pikirannya. Lingkup persoalan, prinsip-prinsip dasar dan metode pengembangannya sepenuhnya berdasar daya jangkau akal pikir manusia.
Ilmu pengetahuan filosofis meliputi:
(1) Ilmu Mantik (logika), yakni ilmu yang menjaga proses penalaran dari hal-hal yang sudah diketahui agar tidak mengalami kesalahan.
(2) Ilmu Pengetahuan Alam, yakni ilmu tentang realitas empiris-inderawan, baik berupa unsur-unsur atomik, bahan-bahan tambang, benda-benda angkasa maupun gerak alam jiwa manusia yang menimbulkan gerak dan sebagainya.
(3) Ilmu Metafisika yakni hasil pemikiran tentang hal-hal metafisis.
(4) Ilmu Matematika, ilmu ini meliputi empat disiplin keilmuan yang disebut al-Ta’lim yakni: a) Ilmu Ukur (al –Handasah); b) Ilmu Aritmatika; c) Ilmu Musik; d) Astronomi.
Ilmu pengetahuan filosofis juga sering disebut sains alamiah. Hal ini disebabkan karena dengan potensi akalnya, setiap orang memiliki kemampuan untuk menguasainya dengan baik.
Ilmu pengetahuan syar’iyyah dan filosofis merupakan pengetahuan yang ditekuni manusia (peserta didik) dan saling berinteraksi, baik dalam proses memperoleh atau proses mengajarkannya. Konsepsi ini kemudian merupakan pilar dalam merekonstruksi kurikulum pendidikan Islam yang ideal, yaitu kurikulum pendidikan yang mampu mengantarkan peserta didik yang memiliki kemampuan membentuk dan membangun peradaban umat manusia.
7. Metode Pendidikan
Metode pendidikan adalah segala segi kegiatan yang terarah yang dikerjakan oleh guru dalam rangka kemestian-kemestian mata pelajaran yang diajarkannya. Cirri-ciri perkembangan peserta didik dan suasana alam di sekitarnya dan tujuan membimbing peserta didik untuk mencapai proses belajar yang diinginkan dan perubahan yang dikehendaki pada tingkah laku mereka.
Metode pendidikan sama halnya dengan metode pembelajaran (pengajaran), yang mana pemikiran Ibnu Khaldun tentang metode pendidikan terungkap lewat empat sikap reaktifnya terhadap gaya para pendidik (guru) dimasanya dalam dasar empat dasar persoalan pendidikan.
Pertama,, kebiasaan mendidik dengan metode “indoktrinasi” terhadap anak-anak didik, para pendidik memulai dengan masalah-masalah pokok yang ilmiah untuk diajarkan kepada anak-anak didik tanpa mempertimbangkan kesiapan mereka untuk menerima dan menguasainya. Maka Ibnu Khaldun lebih memilih metode secara gradual sedikit demi sedikit, pertama-tama disampaikan permasalahan pokok tiap bab, lalu dijelaskan secara global dengan mempertimbangkan tingkat kecerdasan dan kesiapan anak didik, hingga selesai materi per-bab.
Kedua, memilah-milah antara ilmu-ilmu yang mempunyai nilai instrinsik, semisal ilmu-ilmu keagamaan, kealaman, dan ketuhanan, dengan ilmu-ilmu yang instrumental, semisal ilmu-ilmu kebahasa-Araban, dan ilmu hitung yang dibutuhkan oleh ilmu keagamaan, serta logika yang dibutuhkan oleh filsafat.
Ketiga, Ibnu Khaldun tidak menyukai metode pendidikan yang terkait dengan strategi berinteraksi dengan anak yang “militeristik” dan keras, anak didik harus seperti ini dan seperti itu, karena berdampak buruk bagi anak didik berupa munculnya kelainan-kelainan psikologis dan perilaku nakal.
Ibnu Khaldun mengajarkan agar pendidik bersikap sopan dan halus pada muridnya. Hal ini termasuk juga sikap orang tua terhadap anaknya, karena orang tua adalah pendidik yang utama. Selanjutnya jika keadaan memaksa harus memukul si anak, maka pemukulan tidak boleh lebih dari tiga kali.
8. Hakikat Evaluasi Pendidikan
Evaluasi pendidikan Islam dapat dibagi batasan sebagai suatu kegiatan untuk menentukan taraf kemajuan suatu pekerjaan dalam proses pendidikan Islam. Dalam ruang lingkup terbatas, evaluasi dilakukan adalah dalam rangka menjelaskan tingkat keberhasilan pendidik dalam menyampaikan materi pendidikan Islam kepada peserta didik. Sedangkan dalam ruang lingkup luas, evaluasi dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan kelemahan suatu proses pendidikan Islam (dengan seluruh komponen yang terlibat di dalamnya) dalam mencapai tujuan pendidikan yang dicita-citakan.
Secara umum ada empat kegunaan evaluasi dalam pendidikan Islam, yaitu:
a. Dari segi pendidik, evaluasi berguna untuk membantu seorang pendidik mengetahui sudah sejauh mana hasil yang dicapai dalam pelaksanaan tugasnya.
b. Dari segi peserta didik, evaluasi berguna membantu peserta didik untuk dapat mengubah atau mengembangkan tingkah lakunya secara sadar ke arah yang lebih baik.
c. Dari segi ahli fikir pendidikan Islam, evaluasi berguna untuk membantu para pemikir Islam dan membantu mereka dalam merumuskan kembali teori-teori pendidikan Islam yang relevan dengan arus dinamika zaman yang senantiasa berubah.
d. Dari segi politik pengambil kebijakan pendidikan Islam (pemerintah), evaluasi berguna untuk membantu mereka dalam membenahi sistem pengawasan dan mempertimbangkan kebijakan yang akan diterapkan dalam suatu pendidikan nasional (Islam).
Konsep evaluasi dalam pendidikan Islam bersifat menyeluruh, baik dalam hubungan manusia dengan Allah SWT sebagai Pencipta, hubungan manusia dengan manusia lainnya, hubungan manusia dengan alam sekitarnya, dan hubungan manusia dengan dirinya sendiri. Spectrum kajian evaluasi dalam pendidikan Islam tidak hanya terkonsentrasi pada aspek kognitif, tetapi justru dibutuhkan keseimbangan yang terpadu antara penilaian iman, ilmu, dan amal. Sebab kualitas keimanan, keilmuan, dan amal shalihnya. Kesemuanya itu merupakan bahan pemikiran bagi pengembangan sistem evaluasi dalam pendidikan Islam.


DAFTAR PUSTAKA
Jawad Ridla, Muhammad, Tiga Aliran Utama Teori Pendidikan Islam, Tiara Wacana, Yogyakarta, 2002
Marimba, Ahmad D., Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Al-Ma’arif, Bandung, 1989
Nata, Abuddin, Drs. H. M.A., Filsafat Pendidikan Islam, Logos Wacana Ilmu, Jakata, 1997
Nizar, Samsul, H, Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis, Teoritis dan Prakstis, Ciputat Press, Jakarta, 2002
Siregar, Marasudin, Drs, Konsepsi Pendidikan Ibnu Khaldun:Suatu Analisa Fenomenologi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1999
Drs. Marasudin Siregar, Konsepsi Pendidikan Ibnu Khaldun: Suatu Analisa Fenomenologi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1999, hlm. 35-36.
H. Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis, Ciputat Press, Jakarta, 2002, hlm. 93-94.
Ibid., hlm. 93
Drs. H. Abuddin Nata, M.A., Filsafat Pendidikan Islam, Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 1997, hlm. 174-175
Drs. Marasudin Siregar, Op. Cit., hlm. 41-42
H. Samsul Nizar, Op. Cit., hlm. 94-95
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Al-Ma’arif, Bandung, 1989, hlm. 37
Samsul Niza, Op. Cit., hlm. 41-50
Muhammad Jawad Ridla, Tiga Aliran Utama Teori Pendidikan Islam, Tiara Wacana, Yogyakarta, 2002, hlm. 187-190
Samsul Nizar, Op. Cit., hlm. 95-96
Muhammad Jawad Ridla, Op. Cit., hlm. 190-194
Drs. H. Abudin Nata, Op.Cit., hlm. 178

Selasa, 19 Januari 2010

PEMIKIRAN PENDIDIKAN IBNU KHALDUM

PEMIKIRAN PENDIDIKAN IBNU KHALDUM.
1. Pengertian, Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan Islam
Pendidikan adalah suatu proses untuk menghasilkan suatu out put yang mengarah kepada pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi dan berdisiplin tinggi.
Rumusan pendidikan yang dikemukakan oleh Ibnu Khaldun adalah merupakan hasil dari berbagai pengalaman yang dilaluinya sebagai seorang ahli filsafat sejarah dan sosiologi yang mencoba menghubungkan antara konsep dan realita. Sebagai seorang ahli filsafat sejarah atau historical philosophy approach, karena kedua pendekatan tersebut akan mempengaruhi terhadap sistem dan pemikirannya dalam pembahasan setiap masalah, karena kedua pendekatan tersebut mampu merumuskan beberapa pendapat dan interpretasi dari suatu kenyataan dan pengalaman yang telah dilalui.
Pandangan Ibnu Khaldun tentang pendidikan Islam berpijak pada konsep dan pendekatan filosofis-empiris. Melalui pendekatan ini, memberikan arah terhadap visi tujuan pendidikan Islam secara ideal dan praktis. Menurutnya ada tiga tingkatan tujuan yang hendak dicapai dalam proses pendidikan, yaitu:
a. Pengembangan kemahiran (al-malakah atau skill) dalam bidang tertentu. Orang awam bisa meneliti, pemahaman yang sama tentang suatu persoalan dengan seorang ilmuwan. Akan tetapi potensi al-malakah tidak bisa demikian oleh setiap orang, kecuali setelah ia benar-benar memahami dan mendalami suatu disiplin tertentu.
b. Penguasaan ketrampilan professional sesuai dengan tuntutan zaman (lingkungan dan materi). Dalam hal ini pendidikan hendaknya ditujukan untuk memperoleh ketrampilan yang tinggi pada potensi tertentu. Pendekatan ini akan menunjang kemajuan dan kontinuitas sebuah kebudayaan, serta peradaban umat manusia di muka bumi. Pendidikan yang meletakkan ketrampilan sebagai salah satu tujuan yang hendak dicapai dapat diartikan sebagai upaya mempertahankan dan mengutamakan peradaban secara keseluruhan.
c. Pembinaan pemikiran yang baik. Kemampuan berpikir merupakan jenis pembeda antara manusia dengan binatang. Oleh karena itu, pendidikan hendaknya di format dan dilaksanakan dengan terlebih dahulu memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan potensi-potensi psikologis peserta didik. Melalui pengembangan akal, akan dapat membimbing peserta didik untuk menciptakan hubungan kerjasama sosial dalam kehidupannya, guna mewujudkan kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat.
2. Kedudukan Manusia Dalam Alam Semesta
Manusia menurut Ibnu Khaldun adalah bukan merupakan produk nenek moyang, akan tetapi produk sejarah, lingkungan sosial, lingkungan alam, adat istiadat. Karena itu lingkungan sosial merupakan pemegang tanggung jawab dan sekaligus memberikan corak penilaian seorang manusia. Hal ini memberikan arti bahwa pendidik menempati posisi sentral dalam rangka membentuk manusia ideal yang diinginkan.
Manusia sebagai khalifah fil ardli, dibekali oleh Allah SWT akal pikiran, untuk mengatur, merekayasa, dan mengolah sumber daya alam untuk keperluan seluruh umat manusia, sehingga manusia memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat. Maka manusia dikatakan sebagai makhluk yang berbeda dengan makhluk yang lainnya, karena manusia adalah makhluk yang berpikir. Oleh karena itu manusia mampu melahirkan ilmu (pengetahuan) dan teknologi. Sifat-sifat semacam ini tidak dimiliki oleh makhluk lainnya. Kemampuan berpikirnya itu tidak hanya membuat kehidupannya, tetapi juga menarik peneliti terhadap berbagai cara guna memperoleh makna hidup. Proses-proses yang semacam ini melahirkan perbedaan.
Akal pikiran yang menghasilkan ilmu pengetahuan, juga dapat menuntun manusia ke jalan Ilahi dan meningkatkan derajat manusia sehingga manusia diwajibkan untuk menuntut ilmu pengetahuan. Hidupnya jiwa manusia karena ilmu pengetahuan, dan gelapnya hati manusia karena miskinnya ilmu pengetahuan.
Dengan akal pikiran inilah yang kemudian menjadikan manusia memiliki perbedaan dengan makhluk lainnya, khususnya binatang. Perbedaan ini antara lain karena manusia disamping memiliki pemikiran yang dapat menolong dirinya untuk menghasilkan kebutuhan hidupnya, juga memiliki sikap hidup bermasyarakat yang kemudian dapat membentuk suatu masyarakat antara satu dengan lainnya saling menolong. Dari keadaan manusia yang demikian itu maka timbullah ilmu pengetahuan dan masyarakat. Pemikiran tersebut pada suatu saat diperlukan dalam menghasilkan sesuatu yang tidak dapat dicapai oleh panca indera. Ilmu yang demikian mesti diperoleh dari orang lain telah lebih dahulu mengetahui.
3. Hakikat dan Tujuan Pendidikan
Rumusan Ibnu Khaldun mengenai tujuan pendidikan adalah untuk:
a. Memberikan kesempatan kepada pikiran untuk aktif dan bekerja, karena aktivitas ini sangat penting bagi terbuka pikiran dan kematangan individu kemudian kematangan ini kan mendapat faedah bagi masyarakat.
b. Memperoleh berbagai ilmu pengetahuan sebagai alat untuk membantunya, hidup dengan baik di dalam masyarakat maju dan berbudaya.
c. Memperoleh lapangan pekerjaan, yang digunakan untuk memperoleh rizki.
Beberapa faktor yang dijadikan alasan untuk merumuskan tujuan pendidikan yaitu:
a. Pengaruh filsafat sosiologi yang tidak bias memisahkan antar masyarakat, ilmu pengetahuan dan kebutuhan masyarakat.
b. Perencanaan ilmu pengetahuan sangat menentukan bagi perkembangan masyarakat berbudaya.
c. Pendidikan sebagai aktivitas akal insani, merupakan salah satu industri yang berkembang di dalam masyarakat, karena sangat urgent dalam kehidupan setiap individu.
4. Hakikat Pendidik
Seorang pendidik hendaknya memiliki pengetahuan yang memadai tentang perkembangan psikologis peserta didik. Pengetahuan ini akan sangat membantunya untuk mengenal setiap individu peserta didik dan mempermudah dalam melaksanakan proses belajar mengajar. Para pendidik hendaknya mengetahui kemampuan dan daya serap peserta didik. Kemampuan ini akan bermanfaat bagi menetapkan materi pendidikan yang sesuai dengan tingkat kemampuan peserta didik. Bila pendidik memaksakan materi di luar kemampuan peserta didiknya, maka akan menyebabkan kelesuan mental dan bahkan kebencian terhadap ilmu pengetahuan yang diajarkan. Bila ini terjadi, maka akan menghambat proses pencapaian tujuan pendidikan. Oleh karena itu, diperlukan keseimbangan antara materi pelajaran yang sulit dan mudah dalam cakupan pendidikan.
Dalam melaksanakan tugasnya, seorang pendidik hendaknya mampu menggunakan metode mengajar yang efektif dan efisien. Ibnu Khaldun mengemukakan 6 (enam) prinsip utama yang perlu diperhatikan pendidik, yaitu:
a. Prinsip pembiasaan
b. Prinsip tadrij (berangsur-angsur)
c. Prinsip pengenalan umum (generalistik)
d. Prinsip kontinuitas
e. Memperhatikan bakat dan kemampuan peserta didik
f. Menghindari kekerasan dalam mengajar
5. Hakikat Peserta Didik
Peserta didik merupakan orang yang belum dewasa dan memiliki sejumlah potensi (kemampuan) dasar yang masih perlu dikembangkan. Di sini peserta didik merupakan makhluk Allah yang memiliki fitrah jasmani maupun rohani yang belum mencapai taraf kematangan baik bentuk, ukuran, maupun perimbangan pada bagian-bagian lainnya. Dari segi rohaniah, ia memiliki bakat, kehendak, perasaan, dan pikiran yang dinamis dan perlu dikembangkan.
Melalui paradigma di atas, menjelaskan bahwa peserta didik merupakan subjek dan objek pendidikan yang memerlukan bimbingan orang lain (pendidik) untuk membantu mengarahkannya mengembangkan potensi yang dimilikinya, serta membimbingnya menuju kecerdasan.
Pada dasarnya peserta didik adalah:
a) Peserta didik bukan merupakan miniatur orang dewasa, akan tetapi memiliki dunianya sendiri. Hal ini sangat penting untuk dipahami agar perlakuan terhadap mereka dalam proses kependidikan tidak disamakan dengan pendidikan orang dewasa, bahkan dalam aspek metode, mengajar, materi yang akan diajarkan, sumber bahan yang digunakan dan sebagainya.
b) Peserta didik adalah manusia yang memiliki diferensiasi periodesasi perkembangan dan pertumbuhan. Aktivitas kependidikan Islam disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan yang pada umumnya dilalui oleh setiap peserta didik. Karena kadar kemampuan peserta didik ditentukan oleh faktor-faktor usia dan periode perkembangan atau pertumbuhan potensi yang dimilikinya.
c) Peserta didik adalah manusia yang memiliki kebutuhan, baik menyangkut kebutuhan jasmani maupun kebutuhan rohani yang harus dipenuhi.
d) Peserta didik adalah makhluk Allah yang memiliki perbedaan individual (diferensiasi individual), baik yang disebabkan oleh faktor pembawaan maupun lingkungan di mana ia berada.
e) Peserta didik merupakan resultan dari dua unsur alam, yaitu jasmani dan rohani. Unsur jasmani memiliki daya fisik yang menghendaki latihan dan pembiasaan yang dilakukan melalui proses pendidikan. Sementara unsur rohani memiliki dua daya, yaitu daya akal dan daya rasa. Untuk mempertajam daya akal maka proses pendidikan hendaknya melalui ilmu-ilmu rasional. Adapun untuk mempertajam daya rasa dapat dilakukan melalui pendidikan akhlak dan ibadah.
f) Peserta didik adalah manusia yang memiliki potensi (fitrah) yang dapat dikembangkan dan berkembang secara dinamis.
6. Hakikat Kurikulum
Kurikulum adalah merupakan landasan yang digunakan pendidik untuk membimbing peserta didiknya ke arah tujuan pendidikan yang diinginkan melalui akumulasi sejumlah pengetahuan, ketrampilan dan sikap mental.
Pemikiran Ibnu Khaldun tentang kurikulum pendidikan dapat dilihat dari konsep epistemologinya. Menurutnya, ilmu pengetahuan dalam kebudayaan umat Islam dapat dibagi kepada dua bagian, yaitu:
a. Ilmu Pengetahuan syar’iyyah yang berkenaan dengan hukum dan ajaran agama Islam. Ilmu pengetahuan syar’iyyah yaitu ilmu-ilmu yang bersandar pada “warta” otoritatif syar’i (Tuhan/Rosul) dan akal manusia tidak mempunyai peluang untuk “mengotak-atiknya”, kecuali dalam lingkup cabang-cabangnya. Itu pun masih harus berada dalam kerangka diktum dasar “warta” otoritatif tersebut. Ilmu ini diantaranya adalah tentang Al-Qur’an, Hadits, prinsip-prinsip syari’ah, fiqh, teologi, dan sufisme.
b. Ilmu pengetahuan filosofis, yaitu ilmu yang bersifat alami yang diperoleh manusia dengan kemampuan akal dan pikirannya. Lingkup persoalan, prinsip-prinsip dasar dan metode pengembangannya sepenuhnya berdasar daya jangkau akal pikir manusia.
Ilmu pengetahuan filosofis meliputi:
(1) Ilmu Mantik (logika), yakni ilmu yang menjaga proses penalaran dari hal-hal yang sudah diketahui agar tidak mengalami kesalahan.
(2) Ilmu Pengetahuan Alam, yakni ilmu tentang realitas empiris-inderawan, baik berupa unsur-unsur atomik, bahan-bahan tambang, benda-benda angkasa maupun gerak alam jiwa manusia yang menimbulkan gerak dan sebagainya.
(3) Ilmu Metafisika yakni hasil pemikiran tentang hal-hal metafisis.
(4) Ilmu Matematika, ilmu ini meliputi empat disiplin keilmuan yang disebut al-Ta’lim yakni: a) Ilmu Ukur (al –Handasah); b) Ilmu Aritmatika; c) Ilmu Musik; d) Astronomi.
Ilmu pengetahuan filosofis juga sering disebut sains alamiah. Hal ini disebabkan karena dengan potensi akalnya, setiap orang memiliki kemampuan untuk menguasainya dengan baik.
Ilmu pengetahuan syar’iyyah dan filosofis merupakan pengetahuan yang ditekuni manusia (peserta didik) dan saling berinteraksi, baik dalam proses memperoleh atau proses mengajarkannya. Konsepsi ini kemudian merupakan pilar dalam merekonstruksi kurikulum pendidikan Islam yang ideal, yaitu kurikulum pendidikan yang mampu mengantarkan peserta didik yang memiliki kemampuan membentuk dan membangun peradaban umat manusia.
7. Metode Pendidikan
Metode pendidikan adalah segala segi kegiatan yang terarah yang dikerjakan oleh guru dalam rangka kemestian-kemestian mata pelajaran yang diajarkannya. Cirri-ciri perkembangan peserta didik dan suasana alam di sekitarnya dan tujuan membimbing peserta didik untuk mencapai proses belajar yang diinginkan dan perubahan yang dikehendaki pada tingkah laku mereka.
Metode pendidikan sama halnya dengan metode pembelajaran (pengajaran), yang mana pemikiran Ibnu Khaldun tentang metode pendidikan terungkap lewat empat sikap reaktifnya terhadap gaya para pendidik (guru) dimasanya dalam dasar empat dasar persoalan pendidikan.
Pertama,, kebiasaan mendidik dengan metode “indoktrinasi” terhadap anak-anak didik, para pendidik memulai dengan masalah-masalah pokok yang ilmiah untuk diajarkan kepada anak-anak didik tanpa mempertimbangkan kesiapan mereka untuk menerima dan menguasainya. Maka Ibnu Khaldun lebih memilih metode secara gradual sedikit demi sedikit, pertama-tama disampaikan permasalahan pokok tiap bab, lalu dijelaskan secara global dengan mempertimbangkan tingkat kecerdasan dan kesiapan anak didik, hingga selesai materi per-bab.
Kedua, memilah-milah antara ilmu-ilmu yang mempunyai nilai instrinsik, semisal ilmu-ilmu keagamaan, kealaman, dan ketuhanan, dengan ilmu-ilmu yang instrumental, semisal ilmu-ilmu kebahasa-Araban, dan ilmu hitung yang dibutuhkan oleh ilmu keagamaan, serta logika yang dibutuhkan oleh filsafat.
Ketiga, Ibnu Khaldun tidak menyukai metode pendidikan yang terkait dengan strategi berinteraksi dengan anak yang “militeristik” dan keras, anak didik harus seperti ini dan seperti itu, karena berdampak buruk bagi anak didik berupa munculnya kelainan-kelainan psikologis dan perilaku nakal.
Ibnu Khaldun mengajarkan agar pendidik bersikap sopan dan halus pada muridnya. Hal ini termasuk juga sikap orang tua terhadap anaknya, karena orang tua adalah pendidik yang utama. Selanjutnya jika keadaan memaksa harus memukul si anak, maka pemukulan tidak boleh lebih dari tiga kali.
8. Hakikat Evaluasi Pendidikan
Evaluasi pendidikan Islam dapat dibagi batasan sebagai suatu kegiatan untuk menentukan taraf kemajuan suatu pekerjaan dalam proses pendidikan Islam. Dalam ruang lingkup terbatas, evaluasi dilakukan adalah dalam rangka menjelaskan tingkat keberhasilan pendidik dalam menyampaikan materi pendidikan Islam kepada peserta didik. Sedangkan dalam ruang lingkup luas, evaluasi dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan kelemahan suatu proses pendidikan Islam (dengan seluruh komponen yang terlibat di dalamnya) dalam mencapai tujuan pendidikan yang dicita-citakan.
Secara umum ada empat kegunaan evaluasi dalam pendidikan Islam, yaitu:
a. Dari segi pendidik, evaluasi berguna untuk membantu seorang pendidik mengetahui sudah sejauh mana hasil yang dicapai dalam pelaksanaan tugasnya.
b. Dari segi peserta didik, evaluasi berguna membantu peserta didik untuk dapat mengubah atau mengembangkan tingkah lakunya secara sadar ke arah yang lebih baik.
c. Dari segi ahli fikir pendidikan Islam, evaluasi berguna untuk membantu para pemikir Islam dan membantu mereka dalam merumuskan kembali teori-teori pendidikan Islam yang relevan dengan arus dinamika zaman yang senantiasa berubah.
d. Dari segi politik pengambil kebijakan pendidikan Islam (pemerintah), evaluasi berguna untuk membantu mereka dalam membenahi sistem pengawasan dan mempertimbangkan kebijakan yang akan diterapkan dalam suatu pendidikan nasional (Islam).
Konsep evaluasi dalam pendidikan Islam bersifat menyeluruh, baik dalam hubungan manusia dengan Allah SWT sebagai Pencipta, hubungan manusia dengan manusia lainnya, hubungan manusia dengan alam sekitarnya, dan hubungan manusia dengan dirinya sendiri. Spectrum kajian evaluasi dalam pendidikan Islam tidak hanya terkonsentrasi pada aspek kognitif, tetapi justru dibutuhkan keseimbangan yang terpadu antara penilaian iman, ilmu, dan amal. Sebab kualitas keimanan, keilmuan, dan amal shalihnya. Kesemuanya itu merupakan bahan pemikiran bagi pengembangan sistem evaluasi dalam pendidikan Islam.


DAFTAR PUSTAKA
Jawad Ridla, Muhammad, Tiga Aliran Utama Teori Pendidikan Islam, Tiara Wacana, Yogyakarta, 2002
Marimba, Ahmad D., Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Al-Ma’arif, Bandung, 1989
Nata, Abuddin, Drs. H. M.A., Filsafat Pendidikan Islam, Logos Wacana Ilmu, Jakata, 1997
Nizar, Samsul, H, Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis, Teoritis dan Prakstis, Ciputat Press, Jakarta, 2002
Siregar, Marasudin, Drs, Konsepsi Pendidikan Ibnu Khaldun:Suatu Analisa Fenomenologi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1999
Drs. Marasudin Siregar, Konsepsi Pendidikan Ibnu Khaldun: Suatu Analisa Fenomenologi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1999, hlm. 35-36.
H. Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis, Ciputat Press, Jakarta, 2002, hlm. 93-94.
Ibid., hlm. 93
Drs. H. Abuddin Nata, M.A., Filsafat Pendidikan Islam, Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 1997, hlm. 174-175
Drs. Marasudin Siregar, Op. Cit., hlm. 41-42
H. Samsul Nizar, Op. Cit., hlm. 94-95
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Al-Ma’arif, Bandung, 1989, hlm. 37
Samsul Niza, Op. Cit., hlm. 41-50
Muhammad Jawad Ridla, Tiga Aliran Utama Teori Pendidikan Islam, Tiara Wacana, Yogyakarta, 2002, hlm. 187-190
Samsul Nizar, Op. Cit., hlm. 95-96
Muhammad Jawad Ridla, Op. Cit., hlm. 190-194
Drs. H. Abudin Nata, Op.Cit., hlm. 178

IBNU KHALDUN DAN PEMIKIRANNYA
TENTANG FILSAFAT PENDIDIKAN

A. PENDAHULUAN
Rasanya tidaklah berlebihan untuk mengatakan bahwa falsafah tentang segala sesuatu bukan tidak lebih penting dari sesuatu itu sendiri, karena falsafahlah yang akan menentukan kemana tujuan dari sesuatu tersebut diarahkan, karena ia merupakan ide atau pembahasan yang sistematis tentang permasalahan yang sedang dihadapi, sebagaimana pula masalah pendidikan.
Brodi, seorang pakar filsafat pendidikan, sebagaimana dikutip Muhaimin dalam bukunya Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, mengatakan bahwa tugas filsafat pendidikan Islam adalah menyelidiki suatu persoalan metafisika, epistemologi, etika, logika, estetika, maupun kombinasi dari semuanya.
Dalam kaitannya dengan pemikiran Ibnu Khaldun mengenai filsafat pendidikan, dapat dikatakan bahwa pemikiran yang lahir pada pertengahan abad XIV itu telah mengakomodir ide-ide falsafah pendidikan yang masih aktual sampai hari ini. Hal itu sebagaimana dikatakan Ibnu Khaldun pada bab IV dari Muqaddimahnya, bahwa ilmu pendidikan bukan sebagai suatu aktifitas yang semata-mata bersifat pemikiran dan perenungan, yang jauh dari aspek-aspek pragmatis di dalam kehidupan, akan tetapi ia merupakan gejala konklusif yang lahir dari terbentuknya masyarakat dan perkembangannya dalam tahapan kebudayaan. Dengan demikian pendidikan merupakan sebuah keniscayaan dalam sebuah masyarakat manusia, dan ia akan selalu berkembang sesuai perkembangan dan kemajuan peradaban manusia.
Karena disadari atau tidak, sesungguhnya manusia senantiasa berada dan tidak mungkin bisa keluar dari ruangan pendidikan yang disebut “dunia”, karena ketika sekolah dikatakan sebagai lembaga pendidikan formal, maka sesungguhnya “dunia” merupakan sekolah terbesar bagi manusia, karena di dalamnya dan dari padanya manusia dapat memperoleh banyak hal tentang pengetahuan kehidupan. Karena itu Ibnu Khaldun berkeyakinan bahwa manusia yang tidak sempat memperoleh pendidikan dari kedua orang tuanya, maka zamanlah yang akan mendidiknya.
Oleh karena pendidikan sesungguhnya tidak pernah mengenal batas usia, tempat dan waktu, sebab sepanjang kehidupannya pada hakekatnya manusia akan selalu berpikir, berkreasi, beraktifitas, memiliki pengalaman-pengalaman, serta tujuan-tujuan hidup yang akan dicapai dengan cara-cara itu atau metode tertentu, yang menurut Ibnu Khaldun tujuan itu adalah kebahagiaan dunia akhirat.
Berangkat dari uraian tersebut di atas, tulisan ini akan mencoba mendiskripsikan pandangan dan ide-ide Ibnu Khaldun tentang falsafah pendidikan yang secara implisit mengacu kepada tujuan sebagaimana tersebut di atas.

B. IBNU KHALDUN: BIOGRAFI DAN KARYANYA
1. Biografi Ibnu Khaldun
a. Asal Usul dan Pendidikannya
Ibnu Khaldun, nama lengkapnya adalah Abdurrahman Zaid Waliuddin bin Khaldun, lahir di Tunisia pada tanggal 1 Ramadhan 732 H, bertepatan dengan tanggal 27 Mei 1332 M. Nama kecilnya adalah Abdurrahman, sedangkan Abu Zaid adalah nama panggilan keluarga, karena dihubungkan dengan anaknya yang sulung. Waliuddin adalah kehormatan dan kebesaran yang dianugerahkan oleh Raja Mesir sewaktu ia diangkat menjadi Ketua Pengadilan di Mesir.
Adapun asal-usul Ibnu Khaldun menurut Ibnu Hazm ulama Andalusia yang wafat tahun 457 H/1065 M, disebutkan bahwa: Keluarga Ibnu Khaldun berasal dari Hadramaut di Yaman, dan kalau ditelusuri silsilahnya sampai kepada sahabat Rasulullah yang terkenal meriwayatkan kurang lebih 70 hadits dari Rasulullah, yaitu Wail bin Hujr. Nenek moyang Ibnu Khaldun adalah Khalid bin Usman, masuk Andalusia (Spanyol) bersama-sama para penakluk berkebangsaan Arab sekitar abad ke VII M., karena tertarik oleh kemenangan-kemenangan yang dicapai oleh tentara Islam. Ia menetap di Carmona, suatu kota kecil yang terletak di tengah-tengah antara tiga kota yaitu Cordova, Granada dan Seville, yang di kemudian hari kota ini menjadi pusat kebudayaan Islam di Andalusia.
Pada abad ke VII M, anak cucu Khaldun pindah ke Sevilla yang pada masa pemerintahan Amir Abdullah Ibnu Muhammad dari Bani Umayyah (274-300 H.) Andalusia dalam suasana perpecahan dan perebutan kekuasaan dan yang paling parah adalah Sevilla. Dalam suasana seperti itu anak cucu Khaldun yang bernama Kuraib mengadakan pemberontakan bersama Umayyah Ibnu Abdul Ghofir, dia berhasil merebut kekuasaan dan mendirikan pemerintahan (sebagai Amir) di Sevilla. Akan tetapi karena kekejaman dan kekerasannya dia tidak disenangi rakyat dan akhirnya meninggal terbunuh pada tahun 899 H.
Banu Khaldun tetap tinggal di Sevilla selama pemerintahan Umayyah dengan tidak mengambil peranan yang berarti sehingga datangnya pemerintahan raja-raja kecil (al-Thowalif) dan Sevilla berada dalam kekuasaan Ibnu Abbad. Pada masa itulah bintang Banu Khaldun meningkat lagi sampai pada masa pemerintahan Al-Muwahidun. Setelah raja-raja Thowaif mengalami kemunduran, maka muncullah raja-raja Muwahhidin menggeser kekuasaan raja-raja Murabbith. Pada pemerintahan Muwahhidun inilah Banu Khaldun menjalin hubungan dengan keluarga pemerintah, sehingga mereka mempunyai kedudukan yang terhormat. Tatkala kerajaan Muwahhidin mengalami kemunduran dan Andalusia menjadi kacau balau, maka Banu Khaldun pindah ke Tunisia pada tahun 1223 M. nenek moyang Ibnu Khaldun yang pertama mendarat ke Tunisia adalah al-Hasan Ibnu Muhammad (kakek keempat Ibnu Khaldun), kemudian disusul oleh saudara-saudaranya yang lain seperti Abu Bakar Muhammad bin Abu Bakar Muhammad dan lain-lain. Kakek Ibnu Khaldun itu rata-rata menduduki jabatan penting di dalam pemerintahan waktu itu. Sedangkan anaknya Abu Abdillah Muhammad (ayah Ibnu Khaldun) tidak tertarik kepada jabatan pemerintahan, akan tetapi ia lebih mementingkan bidang ilmu dan pendidikan, sehingga ia dikenal sebagai ahli dalam bidang ilmu fiqih, meninggal tahun 749 H/1349 M. Ia meninggalkan beberapa orang anak diantaranya: Abu Yazid Waliuddin (Ibnu Khaldun), Umar, Musa, Yahya dan Muhammad. Pada waktu itu Ibnu Khaldun baru berusia 18 tahun.
Adapun pendidikan yang diperoleh Ibnu Khaldun diantaranya adalah pelajaran agama, bahasa, logika dan filsafat. Sebagai gurunya yang utama adalah ayahnya sendiri, di samping Ibnu Khaldun juga menghafal al-Qur’an, mempelajari fisika dan matematika dari ulama-ulama besar pada masanya. Di antara guru-guru Ibnu Khaldun adalah Muhammad bin Saad Burral al-Anshari, Muhammad bin Abdissalam, Muhammad bin Abdil Muhaimin al-Hadrami dan Abu Abdillah Muhammad bin Ibrohim al-Abilli. Dari merekalah Ibnu Khaldun mendapatkan berbagai macam ilmu pengetahuan. Pada tahun 1349 setelah kedua orang tua Ibnu Khaldun meninggal dunia Ibnu Khaldun memutuskan untuk pindah ke Marokko, namun dicegah oleh kakaknya, baru tahun 1354 Ibnu Khaldun melaksanakan niatnya pergi ke Marokko, dan di sanalah Ibnu Khaldun mendapatkan kesempatan untuk menyelesaikan pendidikan tingginya. Selama menjalani pendidikannya di Marokko, ada empat ilmu yang dipelajarinya secara mendalam yaitu: Kelompok bahasa Arab yang terdiri dari: Nahwu, shorof, balaghoh, khitabah dan sastra. Kelompok ilmu syari’at terdiri dari: Fiqh (Maliki), tafsir, hadits, ushul fiqh dan ilmu al-Qur’an. Kelompok ilmu ‘aqliyah (ilmu-ilmu filsafat) terdiri dari: filsafat, mantiq, fisika, matematika, falak, musik, dan sejarah. Kelompok ilmu kenegaraan terdiri atas: ilmu administrasi, organisasi, ekonomi dan politik. Dalam sepanjang hidupnya Ibnu Khaldun tidak pernah berhenti belajar, sebagaimana dikatakan oleh Von Wesendonk: bahwa sepanjang hidupnya, dari awal hingga wafatnya Ibnu Khaldun telah dengan sungguh-sungguh mencurahkan perhatiannya untuk mencari ilmu. Sehingga merupakan hal yang wajar apabila dengan kecermelangan otaknya dan didukung oleh kemauannya yang membaja untuk menjadi seorang yang alim dan arif, hanya dalam waktu kurang dari seperempat abad Ibnu Khaldun telah mampu menguasai berbagai ilmu pengetahuan.
b. Perjalanan dan Pengalaman Hidup Ibnu Khaldun setelah Usia Dewasa
Memasuki tahun ke-20 dari usianya, Ibnu Khaldun mulai tertarik dengan kehidupan politik, sehingga pada tahu 755 H./1354 Ml., karena kecakapannya Ibnu Khaldun diangkat menjadi sekretaris Sultan di Maroko, namun jabatan ini tidak lama di pangkunya, karena pada tahun 1357 Ibnu Khaldun terlibat dalam persekongkolan untuk menggulingkan Amir bersama Amir Abu Abdullah Muhammad, sehingga ia ditangkap dan dipenjarakan. Tetapi tidak lama kemudian dia dibebaskan, yang kemudian pada tahun itu juga setelah Sultan meninggal dunia dan kekuasaan direbut oleh Al-Mansur bin Sulaiman dari menterinya Al-Hasan, maka Ibnu Khaldun menggabungkan diri dengan Al-Mansur dan dia diangkat menjadi sekretarisnya. Namun tidak lama kemudian Ibnu Khaldun meninggalkan Al-Mansur dan bekerjasama dengan Abu Salim. Pada waktu itu Abu Salim menduduki singgasana dan Ibnu Khaldun diangkat menjadi sekretarisnya dan dua tahun kemudian diangkat menjadi Mahkamah Agung. Di sinilah Ibnu Khaldun menunjukkan prestasinya yang luar biasa, tetapi itupun tidak berlangsung lama, karena pada tahun 762 H./1361 M., timbul pemberontakan di kalangan keluarga istana, maka pada waktu itu Ibnu Khaldun meninggalkan jabatan yang disandangnya.
Rupanya tidak tahan lama Ibnu Khaldun bergelut dengan dunia politik dia ingin kembali ke dalam dunia ilmu pengetahuan yang pernah lama digelutinya. Akhirnya dia memutar haluan bertolak ke daerah Banu Arif bersama keluarganya, dan di tempat inilah Ibnu Khaldun dan keluarganya baru merasa hidup tenang dan tentram jauh dari kemunafikan politik. Dalam ketenangannya itu Ibnu Khaldun merenung ingin menumpahkan semua pengalaman dan liku-liku kehidupannya. Maka dari sinilah ia mengalihkan perjalanan hidupnya dari petualang politik kembali kepada dunia ilmu pengetahuan, dan mulailah ia menyusun karya besarnya yang kemudian dikenal dengan “Muqoddimah Ibnu Khaldun”. Selama empat tahun tinggal di daerah Banu Arif Ibnu Khaldun juga menyusun sejarah besarnya Al-‘Ibar, akan tetapi karena kekurangan referensi maka ia pergi ke Tunisia, dan disanalah ia menyelesaikan karyanya. Rupanya ketenangan Ibnu Khaldun terganggu lagi ketika Sultan mengajaknya untuk mendampingi menumpas pengacau, namun karena Ibnu Khaldun sudah jenuh dengan kehidupan politik, maka kemudian ia pindah ke Mesir. Di Mesir Ibnu Khaldun disambut dengan hangat. Ilmuwan yang sarjana ini sudah tidak asing lagi di sana karena karya-karyanya sudah tersebar di sana. Sebagai orang baru Ibnu Khaldun langsung diberi dua jabatan penting yaitu sebagai hakim tinggi dan sebagai guru besar di perguruan Al-Azhar. Setelah sekian lama berhidmat untuk ilmu dan mengabdi kepada Afrika Utara dan Andalusia ilmuwan besar dan terkemuka itu meninggal dunia pada hari Rabu tanggal 25 Ramadhan 808 H. bertepatan dengan tanggal 17 Maret 1406 M. dalam usianya yang ke-76, dan dimakamkan di pekuburan orang-orang sufi Babul Nashr di Kairo.
c. Kepribadian dan Corak Pemikiran Ibnu Khaldun
Sebagai seoang pemikir Ibnu Khaldun memiliki watak yang luar biasa yang kadang terasa kurang baik. Dalam hal ini Muhammad Abdullah Enan melukiskan kepribadian Ibnu Khaldun yang istimewa itu dengan mencoba memperlihatkan ciri psikologik Ibnu Khaldun, walaupun diakuinya secara moral ini tidak selalu sesuai. Menurutnya ia melihat dalam diri Ibnu Khaldun terdapat sifat angkuh dan egoisme, penuh ambisi, tidak menentu dan kurang memiliki rasa terima kasih. Namun di samping sifat-sifatnya yang tersebut di atas dia juga mempunyai sifat pemberani, tabah dan kuat, teguh pendirian serta tahan uji. Disamping memiliki intelegensi yang tinggi, cerdas, berpandangan jauh dan pandai berpuisi. Menurut beberapa ahli, Ibnu Khaldun dalam proses pemikirannya mengalami percampuran yang unik, yaitu antara dua tokoh yang saling bertolak belakang, Al-Ghozali dan Ibnu Rusyd. Al-Ghozali dan Ibnu Rusyd bertentangan dalam bidang filsafat. Ibnu Rusyd adalah pengikut Aristoteles yang setia, sedangkan Al-Ghozali adalah penentang filsafat Aristoteles yang gigih. Ibnu Khaldun adalah pengikut Al-Ghozali dalam permusuhannya melawan logika Aristoteles, dan pengikut Ibnu Rusyd dalam usahanya mempengaruhi massa. Ibnu Khaldun adalah satu-satunya sarjana muslim waktu itu yang menyadari arti pentingnya praduga dan katagori dalam pemikiran untuk menyelesaikan perdebatan-perdebatan intelektual. Barangkali karena itulah seperti anggapan Fuad Baali bahwa Ibnu Khaldun membangun suatu bentuk logika baru yang realistik, sebagai upayanya untuk mengganti logika idealistik Aristoteles yang berpola paternalistik-absolutistik-spiritualistik. Sedangkan logika realistik Ibnu Khaldun ini berpola pikir relatifistik-temporalistik-materialistik.
Dengan berpola pikir seperti itulah Ibnu Khaldun mengamati dan menganalisa gejala-gejala sosial beserta sejarahnya, yang pada akhirnya tercipta suatu teori kemasyarakatan yang modern.
2. Karya-karya Ibnu Khaldun
Ibnu Khaldun terkenal sebagai ilmuwan besar adalah karena karyanya “Muqaddimah”. Rasanya memang aneh ia terkenal justru karena muqaddimahnya bukan karena karyanya yang pokok (al-‘Ibar), namun pengantar al-‘Ibarnyalah yang telah membuat namanya diagung-agungkan dalam sejarah intelektualisme. Karya monumentalnya itu telah membuat para sarjana baik di Barat maupun di Timur begitu mengaguminya. Sampai-sampai Windellband dalam filsafat sejarahnya menyebutnya sebagai “Tokoh ajaib yang sama sekali lepas, baik dari masa lampau maupun masa yang akan datang”.
Sebenarnya Ibnu Khaldun sudah memulai kariernya dalam bidang tulis menulis semenjak masa mudanya, tatkala ia masih menuntut ilmu pengetahuan, dan kemudian dilanjutkan ketika ia aktif dalam dunia politik dan pemerintahan. Adapun hasil karya-karyanya yang terkenal di antaranya adalah:
1. Kitab Muqaddimah, yang merupakan buku pertama dari kitab al-‘Ibar, yang terdiri dari bagian muqaddimah (pengantar). Buku pengantar yang panjang inilah yang merupakan inti dari seluruh persoalan, dan buku tersebut pulalah yang mengangkat nama Ibnu Khaldun menjadi begitu harum. Adapun tema muqaddimah ini adalah gejala-gejala sosial dan sejarahnya.
2. Kitab al-‘Ibar, wa Diwan al-Mubtada’ wa al-Khabar, fi Ayyam al-‘Arab wa al-‘Ajam wa al-Barbar, wa man Asharuhum min dzawi as-Sulthani al-‘Akbar. (Kitab Pelajaran dan Arsip Sejarah Zaman Permulaan dan Zaman Akhir yang mencakup Peristiwa Politik Mengenai Orang-orang Arab, Non-Arab, dan Barbar, serta Raja-raja Besar yang Semasa dengan Mereka), yang kemudian terkenal dengan kitab ‘Ibar, yang terdiri dari tiga buku: Buku pertama, adalah sebagai kitab Muqaddimah, atau jilid pertama yang berisi tentang: Masyarakat dan ciri-cirinya yang hakiki, yaitu pemerintahan, kekuasaan, pencaharian, penghidupan, keahlian-keahlian dan ilmu pengetahuan dengan segala sebab dan alasan-alasannya. Buku kedua terdiri dari empat jilid, yaitu jilid kedua, ketiga, keempat, dan kelima, yang menguraikan tentang sejarah bangsa Arab, generasi-generasi mereka serta dinasti-dinasti mereka. Di samping itu juga mengandung ulasan tentang bangsa-bangsa terkenal dan negara yang sezaman dengan mereka, seperti bangsa Syiria, Persia, Yahudi (Israel), Yunani, Romawi, Turki dan Franka (orang-orang Eropa). Kemudian Buku Ketiga terdiri dari dua jilid yaitu jilid keenam dan ketujuh, yang berisi tentang sejarah bahasa Barbar dan Zanata yang merupakan bagian dari mereka, khususnya kerajaan dan negara-negara Maghribi (Afrika Utara).
3. Kitab al-Ta’rif bi Ibnu Khaldun wa Rihlatuhu Syarqon wa Ghorban atau disebut al-Ta’rif, dan oleh orang-orang Barat disebut dengan Autobiografi , merupakan bagian terakhir dari kitab al-‘Ibar yang berisi tentang beberapa bab mengenai kehidupan Ibnu Khaldun. Dia menulis autobiografinya secara sistematis dengan menggunakan metode ilmiah, karena terpisah dalam bab-bab, tapi saling berhubungan antara satu dengan yang lain.

C. PEMIKIRAN IBNU KHALDUN TENTANG FILSAFAT PENDIDIKAN
1. Pengertian dan Tujuan Pendidikan Menurut Ibnu Khaldun
Pada bab ini akan dibahas pandangan-pandangan Ibnu Khaldun mengenai pendidikan. Menurut Ibnu Khaldun dalam awal pembahasannya pada bab empat dari Muqaddimahnya, dia menyatakan bahwa ilmu pendidikan bukanlah suatu aktivitas yang semat-mata bersifat pemikiran dan perenungan yang jauh dari aspek-aspek pragmatis di dalam kehidupan, akan tetapi ilmu dan pendidikan merupakan gejala konklusif yang lahir dari terbentuknya masyarakat dan perkembangannya dalam tahapan kebudayaan. Menurutnya bahwa ilmu dan pendidikan tidak lain merupakan gejala sosial yang menjadi ciri khas jenis insani.
Di dalam kitab Muqaddimahnya Ibnu Khaldun tidak memberikan definisi pendidikan secara jelas, ia hanya memberikan gambaran-gambaran secara umum, seperti dikatakan Ibnu Khaldun bahwa:
Barangsiapa tidak terdidik oleh orang tuanya, maka akan terdidik oleh zaman, maksudnya barangsiapa tidak memperoleh tata krama yang dibutuhkan sehubungan pergaulan bersama melalui orang tua mereka yang mencakup guru-guru dan para sesepuh, dan tidak mempelajari hal itu dari mereka, maka ia akan mempelajarinya dengan bantuan alam, dari peristiwa-peristiwa yang terjadi sepanjang zaman, zaman akan mengajarkannya.

Dari pendapatnya ini dapat diketahui bahwa pendidikan menurut Ibnu Khaldun mempunyai pengertian yang cukup luas. Pendidikan bukan hanya merupakan proses belajar mengajar yang dibatasi oleh empat dinding, tetapi pendidikan adalah suatu proses, di mana manusia secara sadar menangkap, menyerap, dan menghayati peristiwa-peristiwa alam sepanjang zaman.
Menurut Ibnu Khaldun bahwa secara esensial manusia itu bodoh, dan menjadi berilmu melalui pencarian ilmu pengetahuan. Alasan yang dikemukakan bahwa manusia adalah bagian dari jenis binatang, dan Allah SWT telah membedakannya dengan binatang dengan diberi akal pikiran. Kemampuan manusia untuk berfikir baru dapat dicapai setelah sifat kebinatangannya mencapai kesempurnaan, yaitu dengan melalui proses; kemampuan membedakan. Sebelum pada tahap ini manusia sama sekali persis seperti binatang, manusia hanya berupa setetes sperma, segumpal darah, sekerat daging dan masih ditentukan rupa mentalnya. Kemudian Allah memberikan anugerah berupa pendengaran, penglihatan dan akal. Pada waktu itu manusia adalah materi sepenuhnya karena itu dia tidak mempunyai ilmu pengetahuan. Dia mencapai kesempurnaan bentuknya melalui ilmu pengetahuan yang dicari melalui organ tubuhnya sendiri. Setelah manusia mencapai eksistensinya, dia siap menerima apa yang dibawa para Nabi dan mengamalkannya demi akhiratnya. Maka dia selalu berfikir tentang semuanya. Dari pikiran ini tercipta berbagai ilmu pengetahuan dan keahlian-keahlian. Kemudian manusia ingin mencapai apa yang menjadi tuntutan wataknya; yaitu ingin mengetahui segala sesuatu, lalu dia mencari orang yang lebih dulu memiliki ilmu atau kelebihan. Setelah itu pikiran dan pandangannya dicurahkan pada hakekat kebenaran satu demi satu serta memperhatikan peristiwa-peristiwa yang dialaminya yang berguna bagi esensinya. Akhirnya dia menjadi terlatih sehingga pengajaran terhadap gejala hakekat menjadi suatu kebiasaan (malakah) baginya. Ketika itu ilmunya menjadi suatu ilmu spesial, dan jiwa generasi yang sedang tumbuh pun tertarik untuk memperoleh ilmu tersebut. Merekapun meminta bantuan para ahli ilmu pengetahuan, dan dari sinilah timbul pengajaran. Inilah yang oleh Ibnu Khaldun dikatakan bahwa ilmu pengetahuan merupakan hal yang alami di dalam peradaban manusia.
Adapun tujuan pendidikan menurut Ibnu Khaldun, bahwa di dalam Muqaddimahnya ia tidak merumuskan tujuan pendidikan secara jelas, akan tetapi dari uraian yang tersirat, dapat diketahui tujuan yang seharusnya dicapai di dalam pendidikan. Dalam hal ini al-Toumy mencoba menganalisa isi Muqaddimahnya dan ditemukan beberapa tujuan pendidikan yang hendak dicapai. Dijelaskan menurutnya ada enam tujuan yang hendak dicapai melalui pendidikan, antara lain:
1. Menyiapkan seseorang dari segi keagamaan, yaitu dengan mengajarkan syair-syair agama menurut al-Qur’an dan Hadits Nabi sebab dengan jalan itu potensi iman itu diperkuat, sebagaimana dengan potensi-potensi lain yang jika kita mendarah daging, maka ia seakan-akan menjadi fithrah.
2. Menyiapkan seseorang dari segi akhlak. Hal ini sesuai pula dengan apa yang dikatakan Muhammad AR., bahwa hakekat pendidikan menurut Islam sesungguhnya adalah menumbuhkan dan membentuk kepribadian manusia yang sempurna melalui budi luhur dan akhlak mulia.
3. Menyiapkan seseorang dari segi kemasyarakatan atau sosial.
4. Menyiapkan seseorang dari segi vokasional atau pekerjaan. Ditegaskannya tentang pentingnya pekerjaan sepanjang umur manusia, sedang pengajaran atau pendidikan menurutnya termasuk di antara ketrampilan-ketrampilan itu.
5. Menyiapkan seseorang dari segi pemikiran, sebab dengan pemikiran seseorang dapat memegang berbagai pekerjaan atau ketrampilan tertentu.
6. Menyiapkan seseorang dari segi kesenian, di sini termasuk musik, syair, khat, seni bina dan lain-lain.

Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan bukan hanya bertujuan untuk mendapatkan ilmu pengetahuan akan tetapi juga untuk mendapatkan keahlian. Dia telah memberikan porsi yang sama antara apa yang akan dicapai dalam urusan ukhrowi dan duniawi, karena baginya pendidikan adalah jalan untuk memperoleh rizki. Maka atas dasar itulah Ibnu Khaldun beranggapan bahwa target pendidikan adalah memberikan kesempatan kepada pikiran untuk aktif dan bekerja, karena dia memandang aktivitas ini sangat penting bagi terbukanya pikiran dan kematangan individu. Karena kematangan berfikir adalah alat kemajuan ilmu industri dan sistem sosial.
Dari rumusan yang ingin dicapai Ibnu Khaldun menganut prinsip keseimbangan. Dia ingin anak didik mencapai kebahagiaan duniawi dan sekaligus ukhrowinya kelak. Berangkat dari pengamatan terhadap rumusan tujuan pendidikan yang ingin dicapai Ibnu Khaldun, secara jelas kita dapat melihat bahwa ciri khas pendidikan Islam yaitu sifat moral religius nampak jelas dalam tujuan pendidikannya, dengan tanpa mengabaikan masalah-masalah duniawi. Sehingga secara umum dapat kita katakan bahwa pendapat Ibnu Khaldun tentang pendidikan telah sesuai dengan prinsip-prinsip pendidikan Islam yakni aspirasi yang bernafaskan agama dan moral.
2. Pandangan Ibnu Khaldun mengenai Kurikulum dan Materi Pendidikan
Sebelum membahas pandangan Ibnu Khaldun tentang kurikulum perlu kiranya diberikan pengertian kurikulum pada zamannya, karena kurikulum pada zamannya tentu saja berbeda dengan kurikulum masa kini yang telah memiliki pengertian yang lebih luas. Pengertian kurikulum pada masa Ibnu Khaldun masih terbatas pada maklumat-maklumat dan pengetahuan yang dikemukakan oleh guru atau sekolah dalam bentuk mata pelajaran yang terbatas atau dalam bentuk kitab-kitab tradisional yang tertentu, yang dikaji oleh murid dalam tiap tahap pendidikan.
Sedangkan pengertian kurikulum modern, telah mencakup konsep yang lebih luas yang di dalamnya mencakup empat unsur pokok yaitu: Tujuan pendidikan yang ingin dicapai, pengetahuan-pengetahuan, maklumat-maklumat, data kegiatan-kegiatan, pengalaman-pengalaman dari mana terbentuknya kurikulum itu, metode pengajaran serta bimbingan kepada murid, ditambah metode penilaian yang dipergunakan untuk mengukur kurikulum dan hasil proses pendidikan. Dalam pembahasannya mengenai kurikulum Ibnu Khaldun mencoba membandingkan kurikulum-kurikulum yang berlaku pada masanya, yaitu kurikulum pada tingkat rendah yang terjadi di negara-negara Islam bagian Barat dan Timur. Ia mengatakan bahwa sistem pendidikan dan pengajaran yang berlaku di Maghrib, bahwa orang-orang Maghrib membatasi pendidikan dan pengajaran mereka pada mempelajari al-Qur’an dari berbagai segi kandungannya. Sedangkan orang-orang Andalusia, mereka menjadikan al-Qur’an sebagai dasar dalam pengajarannya, karena al-Qur’an merupakan sumber Islam dan sumber semua ilmu pengetahuan. Sehingga mereka tidak membatasi pengajaran anak-anak pada mempelajari al-Qur’an saja, akan tetapi dimasukkan juga pelajaran-pelajaran lain seperti syair, karang mengarang, khat, kaidah-kaidah bahasa Arab dan hafalan-hafalan lain. Demikian pula dengan orang-orang Ifrikiya, mereka mengkombinasikan pengajaran al-Qur’an dengan hadits dan kaidah-kaidah dasar ilmu pengetahuan tertentu.
Adapun metode yang dipakai orang Timur seperti pengakuan Ibnu Khaldun, sejauh yang ia ketahui bahwa orang-orang Timur memiliki jenis kurikulum campuran antara pengajaran al-Qur’an dan kaidah-kaidah dasar ilmu pengetahuan. Dalam hal ini Ibnu Khaldun menganjurkan agar pada anak-anak seyogyanya terlebih dahulu diajarkan bahasa Arab sebelum ilmu-ilmu yang lain, karena bahasa adalah merupakan kunci untuk menyingkap semua ilmu pengetahuan, sehingga menurutnya mengajarkan al-Qur’an mendahului pengajarannya terhadap bahasa Arab akan mengkaburkan pemahaman anak terhadap al-Qur’an itu sendiri, karena anak akan membaca apa yang tidak dimengertinya dan hal ini menurutnya tidak ada gunanya.
Adapun pandangannya mengenai materi pendidikan, karena materi adalah merupakan salah satu komponen operasional pendidikan, maka dalam hal ini Ibnu Khaldun telah mengklasifikasikan ilmu pengetahuan yang banyak dipelajari manusia pada waktu itu menjadi dua macam yaitu:
1. Ilmu-ilmu tradisional (Naqliyah)
Ilmu naqliyah adalah yang bersumber dari al-Qur’an dan Hadits yang dalam hal ini peran akal hanyalah menghubungkan cabang permasalahan dengan cabang utama, karena informasi ilmu ini berdasarkan kepada otoritas syari’at yang diambil dari al-Qur’an dan Hadits.
Adapun yang termasuk ke dalam ilmu-ilmu naqliyah itu antara lain: ilmu tafsir, ilmu qiraat, ilmu hadits, ilmu ushul fiqh, ilmu fiqh, ilmu kalam, ilmu bahasa Arab, ilmu tasawuf, dan ilmu ta’bir mimpi.
2. Ilmu-ilmu filsafat atau rasional (Aqliyah)
Ilmu ini bersifat alami bagi manusia, yang diperolehnya melalui kemampuannya untuk berfikir. Ilmu ini dimiliki semua anggota masyarakat di dunia, dan sudah ada sejak mula kehidupan peradaban umat manusia di dunia. Menurut Ibnu Khaldun ilmu-ilmu filsafat (aqliyah) ini dibagi menjadi empat macam ilmu yaitu: a. Ilmu logika, b. Ilmu fisika, c. Ilmu metafisika dan d. Ilmu matematika. Walaupun Ibnu Khaldun banyak membicarakan tentang ilmu geografi, sejarah dan sosiologi, namun ia tidak memasukkan ilmu-ilmu tersebut ke dalam klasifikasi ilmunya.
Setelah mengadakan penelitian, maka Ibnu Khaldun membagi ilmu berdasarkan kepentingannya bagi anak didik menjadi empat macam, yang masing-masing bagian diletakkan berdasarkan kegunaan dan prioritas mempelajarinya. Empat macam pembagian itu adalah:
1. Ilmu agama (syari’at), yang terdiri dari tafsir, hadits, fiqh dan ilmu kalam.
2. Ilmu ‘aqliyah, yang terdiri dari ilmu kalam, (fisika), dan ilmu Ketuhanan (metafisika)
3. Ilmu alat yang membantu mempelajari ilmu agama (syari’at), yang terdiri dari ilmu bahasa Arab, ilmu hitung dan ilmu-ilmu lain yang membantu mempelajari agama.
4. Ilmu alat yang membantu mempelajari ilmu filsafat, yaitu logika.
Menurut Ibnu Khaldun, kedua kelompok ilmu yang pertama itu adalah merupakan ilmu pengetahuan yang dipelajari karena faidah dari ilmu itu sendiri. Sedangkan kedua ilmu pengetahuan yang terakhir (ilmu alat) adalah merupakan alat untuk mempelajari ilmu pengetahuan golongan pertama.
Demikian pandangan Ibnu Khaldun tentang materi ilmu pengetahuan yang menunjukkan keseimbangan antara ilmu syari’at (agama) dan ilmu ‘Aqliyah (filsafat). Meskipun dia meletakkan ilmu agama pada tempat yang pertama, hal itu ditinjau dari segi kegunaannya bagi anak didik, karena membantunya untuk hidup dengan seimbang namun dia juga meletakkan ilmu aqliyah (filsafat) di tempat yang mulia sejajar dengan ilmu agama. Menurut Ibnu Khaldun ilmu-ilmu pengetahuan tersebut dalam kaitannya dengan proses belajar mengajar banyak tergantung pada para pendidik, bagaimana dan sejauh mana mereka pandai mempergunakan berbagai metode yang tepat dan baik.
3. Pandangan Ibnu Khaldun tentang Metode Pendidikan
Pandangan Ibnu Khaldun tentang metode pengajaran merupakan bagian dari pembahasan pada buku Muqaddimahnya. Sebagaimana kita ketahui dalam sejarah pendidikan Islam dapat kita simak bahwa dalam berbagai kondisi dan situasi yang berbeda, telah diterapkan metode pengajaran. Dan metode yang dipergunakan bukan hanya metode mengajar bagi pendidik, melainkan juga metode belajar yang harus digunakan oleh anak didik. Hal ini sebagaimana telah dibahas Ibnu Khaldun dalam buku Muqaddimahnya.
Di dalam buku Muqaddimahnya dia telah mencanangkan langkah-langkah pendidikan sebagai berikut:
Pertama: Didalam memberikan pengetahuan kepada anak didik, pendidik hendaknya memberikan problem-problem pokok yang bersifat umum dan menyeluruh, dengan memperhatikan kemampuan akal anak didik.
Kedua: Setelah pendidik memberikan problem-problem yang umum dari pengetahuan tadi baru pendidik membahasnya secara lebih detail dan terperinci.
Ketiga: Pada langkah ketiga ini pendidik menyampaikan pengetahuan kepada anak didik secara lebih terperinci dan menyeluruh, dan berusaha membahas semua persoalan bagaimapaun sulitnya agar anak didik memperoleh pemahaman yang sempurna. Demikian itu metode umum yang ditawarkan Ibnu Khaldun di dalam proses belajar mengajar.
Disamping itu Ibnu Khaldun juga menyebutkan keutamaan metode diskusi, karena dengan metode ini anak didik telah terlibat dalam mendidik dirinya sendiri dan mengasah otak, melatih untuk berbicara, disamping mereka mempunyai kebebasan berfikir dan percaya diri. Atau dengan kata lain metode ini dapat membuat anak didik berfikir reflektif dan inovatif. Lain halnya dengan metode hafalan, yang menurutnya metode ini membuat anak didik kurang mendapatkan pemahaman yang benar. Disamping metode yang sudah disebut di atas Ibnu Khaldun juga menganjurkan metode peragaan, karena dengan metode ini proses pengajaran akan lebih efektif dan materi pelajaran akan lebih cepat ditangkap anak didik. Satu hal yang menunjukkan kematangan berfikir Ibnu Khaldun, adalah prinsipnya bahwa belajar bukan penghafalan di luar kepala, melainkan pemahaman, pembahasan dan kemampuan berdiskusi. Karena menurutnya belajar dengan berdiskusi akan menghidupkan kreativitas pikir anak, dapat memecahkan masalah dan pandai menghargai pendapat orang lain, disamping dengan berdiskusi anak akan benar-benar mengerti dan paham terhadap apa yang dipelajarinya. Demikian pandangan Ibnu Khaldun tentang berbagai masalah yang berkaitan dengan pendidikan. Dan apabila kita cermati satu demi satu pandangannya tentang kurikulum materi dan metode pendidikan, maka dapat kita tarik suatu kesimpulan bahwa ilmuan yang diakui Barat dan Timur ini memang memiliki pandangan yang jauh ke depan dalam berbagai masalah pengetahuan, berfikir universal dan sintetik, sehingga filsafatnya tentang pendidikan tidak pernah dirasanya usang bahkan banyak diteladani baik kawan maupun lawan.

D. KESIMPULAN
Mengakhiri tulisan tentang Filsafat Pendidikan dalam pandangan Ibnu Khaldun ini ada beberapa hal yang menurut hemat penulis perlu mendapatkan perhatian.
Yakni bahwa sebagai ilmuan yang juga sejarawan Ibnu Khaldun telah banyak turut mewarnai pemikiran-pemikiran tentang pendidikan. Dia telah mencanangkan dasar-dasar dan sistem pendidikan yang patut diteladani baik di masa lalu maupun masa sekarang. Dari segi metode, materi, maupun kurikulum yang ditawarkan secara keseluruhan pantas untuk dikaji dan dicermati.
Walaupun di dalam menuangkan tentang pandangannya terhadap filsafat pendidikan Ibnu Khaldun hanya mengemukakan secara garis besar, namun harus diakui bahwa sumbangannya terhadap proses pendidikan cukuplah besar. Dia telah menyajikan pandangan-pandangannya dalam bentuk orientasi umum, sehingga dia mengatakan bahwa aktifitas pendidikan bukan semata-mata bersifat pemikiran dan perenungan, akan tetapi ia merupakan gejala sosial yang menjadi ciri khas jenis insani, dan karenanya ia harus dinikmati oleh setiap makhluk sosial yang bernama manusia. Karena orientasi pendidikan menurutnya adalah bagaimana bisa hidup bermasyarakat.
Sementara itu Ibnu Khaldun melihat bahwa penguasaan terhadap bahasa merupakan prasyarat bagi keberhasilan suatu pendidikan.
Adapun metode yang ditawarkan Ibnu Khaldun adalah bersifat intelektualitas, dengan prinsip memberikan kemudahan-kemudahan bagi anak didik, demi terciptanya tujuan pendidikan. Karena menurutnya hakekat manusia itu adalah jiwanya, sehingga jiwanyalah yang akan menentukan hakekat perbuatan-perbuatannya, termasuk perbuatan pendidikan.




DAFTAR PUSTAKA

Akhmad, K.H. Jamil, Seratus Muslim Terkemuka, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1984.
Ali Abdul Wahid Wafi, Ibnu Khaldun Riwayat dan Karyanya, Jakarta: Grafiti Press, 1985.
Ali, A. Mukti, Ibnu Khaldun dan Asal-Usul Sosiologinya, Yogyakarta: Yayasan Nida, 1970.
Al-Syaibany, Omar Mohammad Al-Toumy, Falsafah Pendidikan Islam, (terj.) Hasan Langgulung, Jakarta: Bulan Bintang, 1979.
Audah, Ali, Ibnu Khaldun Sebuah Pengantar, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1986.
Baali, Fuad dan Ali Wardi, Ibnu Khaldun dan Pola Pemikiran Islam, alih bahasa Osman Ralibi, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1989.
Barnadib, Imam, Filsafat Pendidikan Sistem dan Metode, Yogyakarta: Andi Offset, 1987.
Enan, Muhammad Abdullah, Ibnu Khaldun: His Life and Work, New Delhi: Kitab Bhavan, 1979.
Hadi, Sutrisno, Metodologi Riset I, Yogyakarta: Andi Offset, 1982.
Khaldun, Ibnu, Muqaddimah Ibnu Khaldun, (terj.) Ahmadi Thoha, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1986.
Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003.
Muhammad, AR., Pendidikan di Alaf Baru, Yogyakarta: Prisma Sophie, 2003.
Raliby, Osman, Ibnu Khaldun, Tentang Masyarakat dan Negara, Jakarta: Bulan Bintang, 1978.
Sulaiman, Fathiyah Hasan, Pandangan Ibnu Khaldun Tentang Ilmu dan Pendidikan, Bandung: Diponegoro, 1987.
_______, Sistem Pendidikan versi Al-Ghazali, Bandung: Diponegoro, 1987.
Thoha, Nashruddin, Tokoh-tokoh Pendidikan Islam di Jaman Jaya, Jakarta: Mutiara, 1979.
Wafi, Ali Abdul Wahid, Ibnu Khaldun Riwayat dan Karyanya, terj. Ahmadie Thoha, Jakarta: Grafiti Press, 1985.
SUMBER :http://uinsuka.info/ejurnal/index.php?option=com_content&task=view&id=100&Itemid=52